SUPER EGO Part 2
Oke ini cerita fiktof pertama yang gue tulis dengan rate DEWASA. Semoga nggak berantakan feel nya, biar nggak ketinggalan baca cerita sebelumnya, CEK SINI
2
laki-laki dewasa itu
paham bagaimana cara memperlakukan perempuan
***
Gue berjalan mendekat sekalian nyari unit gue. Nggak banyak
kok, hanya ada 6 unit di tiap lantai yang posisinya berhadapan. Ini perempuan
ada berdiri di depan unit yang sebelah pintunya dengan jelas terpampang angka
005. Dia berkali-kali memencet password dan berulang kali pula salah. Gue lihat
tangan kirinya yang juga memegang key card dan clutch berusaha men scane di
depan scanner pintu tapi salah juga. Dia mabuk. Mulutnya nyrocos terusan nggak
jelas ngomong apa.
Gue mengambil ponsel di saku celana gue buat menghubungi Tius
dan menanyakan kembali nomor unit gue, takut-takut salah karena yang gue denger
dan inget tadi Tius bilang 005. Sementara ini unit 005 udah ada yang nempatin.
“ Iya benar
pak Dev, unit bapak 005. Kenapa pak? Ada kendala?” jawab Tius di seberang
telfon sana.
“ Oh tidak.
Makasih.” Kemudian gue menutup sambungan dan mengembalikan ponsel ke saku
celana kembali. Emang ini perempuan yang salah berdiri, pantesan. Dia mabuk
gitu.
“ Mba
permisi, ini unit saya.” Tegur gue sambil kali ini lebih mendekat buat sedikit
mendorong badannya menyingkir dari scanner pintu.
“ Mau apa
loe?” suaranya keras banget sumpah gue sampe sedikit kaget.
“ Loe mau
maling? Iya? Ngapain lagi sih loe masih ganggu-ganggu hidup gue?” dia menatap
muka gue sengit banget. Duh, gue cengo. Ini perempuan ya, kayak kayak perah
ketemu dimana gitu. Atau gue aja yang sok ke akrapan.
“ Pergi
nggak loe.” Dia dorong-dorong gue dengan badan sempoyongannya yang malah
jatuhnya nyender ke badan gue.
“ Mba maaf
saya capek pengen istirahat ya, kalau mabuk jangan ngrepotin orang dong.” Gue
sedikit menjauh kemudian men scane key card gue di mesin scanner dan suara klik
terdengar kemudian pintu terbuka. Gue masuk tanpa menghiraukan perempuan itu
dan segera menutup pintu.
Gue butuh tidur setelah semalam habis waktu dengan
Selly sampai siang tadi menjelang keberangkatan gue ke sini. Gue bakal tidur
sampai hari kembali malam lagi. Gue sudah akan membuka kaos gue menuju kamar
mandi saat suara gedoran pintu terdengar dari luar. Siapa?
“ Kenapa sih
laki-laki itu berengsek semua huh!!”
suaranya melengking banget seketika gue buka pintu. Mba nya
yang tadi astaga, gue cuman mau istirahat mba gue capek!
“ Mereka
cuman mau enak nya aja dari perempuan. Setelah dapat, udah ditinggal kayak
sampah.” Dia masih ngoceh. Gue biarin dia mau ngoceh giamana juga, pintu gue
masih setengah terbuka dan dia terhuyun-huyun masuk kedalam. Gue udah mau usir
pas suara receptionis yang gue telfon sudah menjawab disana, gue minta satu
petugas buat naik ke atas dan ngurusin mba nya ini.
Sambil nunggu gue perhatiin dia yang udah duduk tersungkur di
sofa ruang tamu, masih mengoceh juga dengan sepasang hells yang sudah lepas
dari kaki jenjangnya. Dia menggunakan dress terusan 3/8 yang pas membalut tubuh
dan tidak sepenuhnya memperlihatkan kaki indahnya. Tapi gue bisa liat separuh betisnya
yang bagus banget, nggak berotot kayak perempuan kebanyakan yang sering pakai
hells setinggi galah.
Selain pecinta wanita, gue pecinta betis dan lehernya.
Itu kenapa gue tahu seberapa baik nilai betis perempuan di depan gue ini. Ya,
selain memiliki betis yang cantik terus terang dia memiliki wajah yang cantik
juga. Sangat cantik kalau gue bilang. Rambutnya dibiarkan terurai sedikit
berantakan sebahu, bibirnya tipis berisi, seksi. Hidungnya kelewat mancung
untuk ukuran orang Indonesia, dia memiliki mata coklat muda. Nggak tahu pakai
sofftline apa memang begitu, yang pasti matanya indah banget. Dia dandan, tapi
nggak berlebihan. Kalau detail diperhatikan, secara keseluruhan dia memilki
paduan wajah yang sempurna. Sedikit oriental juga. Bibir indahnya terus
mengoceh, manis sekali. Otak gue jadi nggak beres, menggoda banget untuk
dilumat. Gue tersenyum sinis, tarohan deh dia pasti mabuk karna masalah
percintaan. Dari tadi ngoceh mulu tentang laki-laki. Baru putus cinta kali makanya mabok berat gini.
Eh lama gue perhatiin dia, mukanya nggak asing gitu sih pernah ketemu dimana gue sambil
inget-inget. Kalau nggak salah, Oh dia yang dari tadi sama pak Teddy? Yang ikutan jemput gue di
bandara? Yang selama acara di lounge tadi diem aja dan hanya manggut-manggut
ini sekarang berubah jadi kayak gini? Alcohol emang luar biasa.
Petugas yang gue minta sudah datang saat dia mulai mengoceh
lagi .
“ Bawa dia
ke salah satu kamar yang kosong. Recervasi atas nama saya, nanti saya yang
betanggung jawab pembayarannya.”
“ Mba Disa
ini penghuni apartemen sini kok pak, di unit nomor 002.” Jawab petugas
laki-laki yang kini tengah mengambil perempuan itu dari sofa.
“ Oh karena
mabuk jadi mungkin dia salah masuk apartemen. Tolong diurus ya mas, kalau ada
petugas perempuan aja.” Petugas itu mengangguk kemudian menjalankan tugasnya.
Gue sempet bantu bawa sampai masuk ke unitnya sambil membaringkan dia kedalam
kamar.
Baik, namanya Disa.
###
Gue terbangun ketika gue merasakan perut gue
lapar, gue melihat jam di nakas. Sudah jam 5 sore sejak gue tidur dari Sabtu
dini hari kemaren . Sejak melakukan terapi karena penyakit insom gue, sekarang
berasa pengen tidur kayak orang mati. Kalau enggak dikit-dikit ngantuk. Tapi
Gue bangun badan udah lebih seger, gue memutuskan untuk ke kamar mandi buat
cuci muka. Cuman cuci muka seadanya dan mengganti atasan gue kemudian siap-siap
ke rooftop. Gue seneng renang, tiap pagi gue harus nyempetin renang walaupun
cuman 10 menit dan berenang sore kala weekend seperti ini karena kalo weekend
gue pasti bangun siang banget. Di gedung ini punya kolam renang yang berada di
rooftop nya, jadi bisa sekalian menikmati suasana sore kota Lumpia ini dari
skypoolnya. Indah banget.
Suasana di Rooftop kali ini lebih ramai dari biasanya,
mungkin karna ini Minggu. Sepuluh menit cukup lah buat nyegerin kembali badan,
setelah itu gue butuh makan. Gue bergabung dengan orang-orang yang tengah
berada di dalam kolam, beginilah kalau kita pakai fasilitas umum. Kudu sabar
dan mau berbagi, nggak sampai sepuluh menit gue akhirnya naik lagi dan
mengambil jubbah mandi gue yang sengaja gue taroh di pinggiran kolam. Gue duduk sebentar di pinggiran kolam sambil
menikmati beer kalengan yang gue bawa dari apartemen. Mata gue menangkap sosok
nggak asing tengah berenang di seberang dengan gaya dada dengan santainya.
Dadanya membusung dengan indah dan sempurna. Gue suka melihatnya. Nggak tahhu
berapa lama gue menikmati pemandangan itu sampai beer gue habis. Dia menyudahi
aktifitasnya kemudian naik dan mengambil handuk. Damn, she so sexy. Padahal dia
lagi nggak pakai bikini, cuman pakai baju renang biasa dengan celana legging
panjang. Ternyata dia memiliki tubuh proporsonal, sangat proporsonal. Tingginya
kalau boleh gue kira-kira lebih dari 170, cukup tinggi untuk ukuran tinggi
badan perempuan kebanyakan. Bodynya juga bagus. Kalau dia tinggal di Jakarta
pasti sudah jadi model.
Dia mengeringkan tangan dan rambutnya dengan
handuk yang barusan diambil kemudian mengalungkannya di leher. Dia mengambil
botol air minum dan menenggaknya kemudian berjalan memutar, sepertinya dia
sudah selesai dan akan kembali ke unit nya. Pas, gue juga udah males nerusin
renang sore gue kali ini.
“ Disa?” seru gue agak kencengan takut dia
nggak denger, agak ramai soalnya. Gue sedikit berlari ke arahnya. Eh bener kan
namanya Disa semalem? Dia berhenti dan menunjukan espresi kaget.
“ Iya? Saya?” dia menunjuk dirinya sendiri
dengan jari telunjuknya. Gue mengangguk tersenyum saat sudah sampai
dihadapanya.
“ Nama kamu bener Disa kan? Yang tinggal di
unit 002?”
“ Iya saya pak.” Espresi bingung nya belum
hilang, dia lucu banget kalo bingung gitu.
“ Sepatu dan cluth kamu masih di unit saya.
Mau diambil atau saya yang antar?”
dia diam sebentar masih dengan espresi bingung yang sekarang
bercampur kaget.
“ Kenapa
bisa di unit bapak?”
“ Oh
sepertinya kamu terlalu mabuk untuk mengingat kejadian semalam.”
Dia menelan ludahnya dengan susah payah, gue pengen ketawa
lihat espresinya kali ini.
“ Saya tidak
melakukan hal-hal bodoh kan Pak? Atau….” Dia menutup mulut dengan tangan nya.
Sepertinya shock. gue tertawa kecil.
“ Saya yang
anter ke unit kamu deh. “
***
Gue sudah mandi dan berganti pakaian saat
akan mengantar sepatu dan clutch milik Disa di unitnya. Dia menerimanya dan
mempersilahkan gue masuk sebentar kemudian ngobrol bosa-basi yang sekarang
berakhir di sini. Gue lagi duduk di kursi bar sambil memperhatikan dia memasak
pasta yang tadi ditawarkannya. Gue udah laper sejak bangun tidur kan, cuman gue
tunda buat renang dulu dan malah ketemu Disa. Dia mendengar perut gue meraung-raung
sejak duduk di sofa ruang tamunya, niatnya mau sekalian ngajak dia makan di
resto bawah tapi dia menawarkan masakanya. Sebatas ucapan terimakasih katanya
karena semalem udah mau bantu bawa dia ke unit nya. Jadi dia langsung menodong
cerita kenapa sepatu sama clutch nya bisa di unit gue.
“ Lain kali kalo mau mabuk ajak temen, ngeri
kalo ketemunya malah sama orang jahat. Abis nanti dikerjain.” gue sambil menyesap coklat hangat yang dibuatin Disa sambil nunggu dia selesai masak.
“ Maboknya nggak direncanain kok, itu juga
sebenrnya sama temen gue. Nggak tahu gimana ceritanya gue malah ditinggalin
sendiri.” Dia masih berkutat dengan masakanya dan gue cuman puas merhatiin
punggungnya yang membelakangi gue. Kompor lebih menarik perhatian dia kayaknya dari pada muka ganteng gue.
“
Besok-besok nggak usah temenan lagi sama orang macam gitu.”
Dia membalik badan kemudian terseyum.
“ Suka
ditambahin keju nggak Dev?” dia sudah selesai dengan pastanya dan tengah
menaruhnya di dua piring berbeda. Karena nggak nyaman terus dipanggil pak dan
bersikap formal, gue memintanya untuk bersikap biasa dan jangan panggil gue
bapak. Kita bisa berteman di luar pekerjaan kan, umur kita juga kayaknya
samaan. Dan dia sepakat.
“ Enggak.
Gitu aja lebih enak.” Gue sedikit mendongak untuk melihat dia yang sudah
selesai menghidangkan di piring kemudian menaruh satu piringnya di depan gue.
Aromanya wangi banget, perut gue makin kenceng teriaknya.
“ JAngan
berharap terlalu banyak dengan rasanya. Tadinya gue cuman bosa-basi nawarin.
Nggak tahunya di iyain juga.” Dia duduk di kursi sebelah gue.
“ Tenang
aja, lidah gue murahan banget kalo soal makanan.” Gue udah selesai dengan satu
suapan. Dia cuman tersenyum mendengar jawaban gue kemudian mengambil satu
suapan dari piringnya. Mata coklatnya yang gue lihat semalam ternyata beneran
mata aslinya bukan softline. Dan kali ini dia Nampak lebih cantik tanpa make
up, sedikit memperlihatkan mata nya yang ternayat lebih sipit dari yang semalam
gue lihat. Walaupun gue lebih suka perempuan dengan mata belo, kayaknya kali
ini pengecualian buat dia.
0 komentar