SUPER EGO Part 3
3
Laki-laki dewasa nggak perlu banyak bosa-basi
buat deketin wanitanya
***
Senin ini, gue resmi berkantor di Semarang
setelah dua tahun belakangan di Bandung. Sebelumnya gue ke Semarang sebulan
sekali untuk meeting bulanan. Sekarang yang di Bandung dipegang sama Taro,
wakil gue selama Red Ocena pertama berdiri di kota Kembang sana. Dia salah satu
sahabat gue juga selama kuliah di Singapore dulu dan bekerjasama pula membangun
Red Ocean ini dengan sahabat gue satunya lagi, Richard. Dia tinggal di
Singapore dan mengurus Red Ocean yang di sana. Kita bertiga mendirikan R.O (
Red Ocean ) pertama kali di Singapore tahun 2007 lalu. Investornya juga masih
dari orang tua Richard yang asli orang sana jadi mempermudah untuk mengurus
keperluan perijinan dan lain-lainya. Tiga tahun setelah berdiri, kita sudah BEP
( break event point ) kalau istilah gampangnya kita sudah balik modal dan sejak
itu kita mulai ekspansi ke wilayah lain.
Tahun 2011 kita resmi memiliki cabang
pertama di Bandung. Setelah mendapat respon yang baik di Bandung kita mulai
ekspansi lagi ke Jakarta, cuman untuk di Jakarta kita hanya ekspansi resto nya
saja. Bukan pesimis, tapi kita realistis aja. Hotel dan apartemen di Jakarta
udah kayak warung tenda aja yang tiap belokan ada, jadi pertimbangan bisnisnya
kita nggak masuk. Akhirnya setelah maping di sekitaran pulau jawa kita memilih
Semarang ini untuk pengembangan R.O selanjutnya. Tahun 2014 R.O berdiri di
Semarang di kawasan Simpang Lima, dan awal tahun depan kita akan peresmian lagi
cabang ke dua nya di kawasan Pandanaran Semarang. Untuk itu sekarang gue konsen
di Semarang, Taro yang di Jakarta dan Bandung, Richard pegang HO nya di
Singapure.
“ Ada tambahan lagi pak Dev?”
gue sedikit kaget dengan pertanyaan yang menyebut nama gue. Kita
lagi MB ( morning Breafing ) di ruang meeting lantai tiga, kegiatan rutin
setiap pagi sebelum memulai aktifitas kerja. MB ini hanya dihadiri oleh Head
Dept saja untuk laporan progress dan planning setiap hari. Yang biasa ada di MB
ini GM, Director of food and Beverage, directure of sales and marketing,
director event and catering, director of human resource dan director of
finance. Sedikit lebih lama dari biasanya karena hari ini masih ada ceremonial
penyambutan gue yang sebenernya nggak perlu-perlu amat. Ini bukan pertama
kalinya juga gue memimpin yang di Semarang walaupun ke sini cuman sebulan
sekali. Mungkin mereka terlalu menyayangi gue jadi dibikinlah acara-acara macam
ginian. Masih berlanjut lagi nanti sore setelah selesai kerja akan ada party di
rooftop samping kolam renang. Kali itu tidak hanya staff back office saja, tapi
semuanya bisa ikut kecuali staff yang bertugas sore itu.
“ Cukup dulu
deh MB pagi ini. Saya minta Head dept marketing ke ruangan saya setelah makan
siang ini ya. Kalau waktu masih sempat sorean nanti gantian Finance kita
meeting sendiri di ruangan saya.”
“ Baik pak.” jawab kedua Kepala departemen yang tadi gue sebut.
“ Baik,
terimakasih sudah mengikuti MB pagi ini. Setelah ini mungkin saya tidak bisa
rutin setiap pagi mengikuti MB, saya percaya dengan pak Tius.”
Gue menepuk
pelan pundak Ius.
***
Setelah MB gue didampingin Ius jalan-jalan
keliling dari lantai 3 sampai ke rooftop. Kita bicara
ngalor ngidul tentang kondisi perhotelan di Semarang. Dia bukan asli orang sini, dia lahir dan dibesarkan di kota Kembang. Dia hidup disini sejak kuliah di Undip sampai sekarang.
Soal kerjaan dia emang sebagai bawahan gue, diluar itu kita berteman baik. Gue
sering hangout sama dia kalau pas ada kunjungan ke Semarang, dari situ kita
mulai akrap. Lagian umurnya cuman dua tahun dibawah gue.
Kolamm renang rooftop siang ini sepi, iyalah
ini sudah jam 11 siang lebih mendekati jam makan siang. Matahari pas diatas
kepala, nggak mungkin orang berenang jam segini. Oh iya, tadi pagi gue ketemu
Disa lagi di kolam renang sinii. Ternyata dia punya kebiasaan yang sama, wajib
renang pagi sebelum bekerja. Renang di jam 7 pagi masih sepi, jadi kita bisa
menikmati acara renang tadi sambil ngobrol sebentar. Dia lawan ngobrol yang
cukup asik. Nggak terlalu dominan dalam obrolan tapi selalu bisa ngimbangin
umpan yang diobrolin. Kelihatannya dia lebih cerdas dari yang gue bisa
bayangin. Kita tadi bahkan sempat ngomongin politik gara-gara sambil lalu lihat
berita online di tab gue yang nggak sengaja kebaca. Seperti yang gue bilang, dia
cukup nyantel juga diajak ngobrol soal politik. Setahu gue nggak banyak perempuan
yang tertarik dengan politik.
“ Oh iya, kapan kita meeting dengan kontraktor buat bahas progress yang di
pandanaran?”
“ Rabu nanti
pak, after lunch. Oh iya, saya sudah membicarakan ini dengan bagian HRM dan
finance untuk recruitment karyawan baru sebagai personal asisten bapak. Menurut
pak Dev?”
“ Elu males
nemenin dan ngaturin jadwal gue selama gue kerja ini ya?” omel gue sambil
ketawa. Dia malah nyengir kuda.
“ Bukan pak
Dev, saya juga punya personal assisten untuk membantu pekerjaan saya. Masak
bapak nggak butuh, saya ya nggak apa-apa bantuin bapak sekali dua kali lah.
Tapi kalo keseringan nanti personal assisten saya cepet naik pangkat pak.”
Gue yang sekarang nyengir nggak paham.
“ Karna dia yang
action kerjaan saya semua kalau saya bantuin bapak terus.” Dia mengerti
kebingungan gue. Gue tertawa, dia juga.
" Mari kita ke lantai dasar, saya sudah pesankan makan siang untuk bapak. Setelah makan siang saya tinggal sebentar dan mungkin kembali sorenya. Sampai ketemu di White Party nanti sore pak Dev."
###
Gue masih dalam posisi ngasih sambutan
perkenalan di stage kecil yang dibuat semacam podium di rofftop untuk acara
yang entah apalagi ini karna kalo dibilang penyambutan ya nggak perlu gini-gini
amat karena dari kemaren udah cukup - saat melihat Ius datang dengan seseorang
dari pintu kaca yang menyatukan kelom renang dengan resto indoor. Bukan Ius
yang mencuri perhatian gue, tapi orang yang bersamanya. Disa. Gue sempat
berhenti bicara sebentar, memperhatikan mereka berdua berjalan menuju bar yang
ada di pojokan di seberang gue berdiri sekarang. Gue segera menyudahi ocehan
gue di podium ini kemudian segera turun dan pengen buru-buru nyamperin mereka tapi
ketahan dengan beberapa staff yang menyapa dan ngeselinya sedikit mengajak
bosa-basi. Gue nggak mau dibilang pimpinan yang sombong, gue juga pengen
ngebangun kedekatan dengan mereka biar kerjanya sama-sama enak jadi gue
melayani obrolan mereka. Nggak lama-lama, gue segera nyusul ke bar dimana Disa dan Ius
tadi bergabung dengan beberapa orang. Sialan udah nggak ada baik Ius ataupun Disa nya,
yang ada gerombolan cewek-cewek rumpi yang sialnya ikut nyapa gue dan ngajak
ngobrol.
Nyerah akhirnya gue ikut bergabung karena gue emang nggak terllau
banyak mengenal karyawan sini selain Ius, sebulan sekali pun kesini gue nggak
pernah meeting dengan mereka secara langsung selain dengan Ius. Ya dia GM disini, jadi praktis
dan simple aja gue dapat laporan apapun dari dia.
“ Bapak tinggal sendiri aja di Semarang
pak?” Ibu Kinta, director money Controler R.O kalau gue nggak salah inget waktu intro kemaren.
“ Iya bu.” Jawab gue singkat, biar cepet
obrolannya.
“ Keluarga nggak diajak pak? Eh sudah
berkeluarga belum sih? Saya dengar masih single ya?” kali ini bu Tiara,
director Food & Beverage.
“ Keluarga tinggal di Jakarta bu, iya
kebetulan belum berkeluarga.”
Gue masih celingukan nyari si kampret Ius, kemana dia sama
Disa kenapa bisa tiba-tiba nggak kelihatan gini.
“ Sebagian
dari kita juga banyak yang belum berkeluarga pak, ngurusin kerjaan muluk.”
Celetuk Pak Maki, kalau ini director sales
& marketing.
“ Kerja ya
kerja pak, tapi kudu tetep inget urusan lainya. Berkeluarga wajib kan
hukumnya.” Duh bijak banget kalimat gue. Gue jadi pengen ketawa sendiri
denger kalimat gue barusan. Jijik.
“ Bapak
sendiri juga sepertinya lupa berkeluarga.” Celetuk Maki lagi. Gue ketawa aja
kali ini.
Gue memutar pandangan memperhatikan suasanan sekitar. Oh, sepertinya
gerombolan yang tengah gue ajak interaksi ini gerombolan director dan manager.
Di seberang sana gue lihat gerombolan para personal asisten, sebelahnya
gerombolan masih pakai seragam FO. Masih pada santai bercengkrama karna hari
masih sore. Acara puncaknya nanti setelah jam delapan malam.
R.O emang ngadain party rutin setiap tiga bulan sekali yang
kami namai White Party untuk refreshmen para karyawan juga sebgai apresiasi
kerja keras mereka terhadap perusahaan, dan acara party malam ini selain untuk
penyambutan gue juga bertepatan dengan jadwal white party.
Mata gue membulat begitu sosok yang gue cari dari tadi muncul
batang hidungnya dari dalam. Dia berjalan masuk ke area kolam kemudian menghampiri
bartender dan meminta sesuatu. Disa nya kemana? Kenapa dia sendirian.
“ Saya
tinggal sebentar ya, ada perlu. Nikmati minuman kalian oke.” Pamit gue segera
berdiri dan menghampiri Ius yang dari arah gue jalan tengah bermain dengan
handphone nya. Gue langsung duduk disebelahnya.
“ Lo datang
sama Disa?” gue nggak terlalu suka bosa-basi kayak di gerombolan tadi.
“ Iya, bapak
mengenalnya?”
gue berdecak. “ Jam kantor udah selesai nggak usah panggil
panggil gue bapak.”
Dia tertawa kecil sambil menyesap minuman nya.“ kenapa?”
“ Lo Pacaran
sama dia?”
Ius mengernyitkan dahinya tanpa bersuara.
“ Kalau gue
bilang tertarik sama dia, loe mau jauhin dia?”
Ius malah melengos, sialan.
“ Ancaman
macam apa itu? Kita bukan bocah ABG lagi Dev.”
Sialan, gue dibilang bocah ABG. Eh, gue menunduk sebentar. Okee gue bukan orang yang suka bosa-basi
apalagi sama orang yang udah gue kenal, tapi to the point gue yang tadi
kampungan juga sih.
“ Loe bener
sih, gue norak.” Aku gue. Gue meminta minum sama bartender, masih sore dan
acara juga masih lama. Fruit panch dulu lah buat pemanasan.
“ Jadi, loe sama dia apa?”
“ Cari tahu
sendiri ajalah, nggak seru kalau langsung tahu dari gue.” Dia turun dari
kursinya dan akan melenggang pergi saat tiba-tiba Objek pembicaraan kami
datang.
“ Eh Dis, “
Ius sedikit kaget sepertinya lihat Disa yang tiba-tiba datang.
“ Udahan?” Tanyanya kemudian. Disa hanya mengangguk.
“ Cabut
sekarang?” Tanya Ius lagi.
“ Iya lah,
mau ngapain disini nggak ada yang gue kenal juga. “
“ Kalau
nggak buru-buru duduk aja dulu, minum-minum bentar sama pak Dev. Udah kenalan
kan kemaren? Bos gue.”
Disa mengangguk. “ Udah kenal kok, kemaren udah sempet
ngobrol. “ dia tersenyum singkat ke arah gue. “ Sore pak Dev.” Sapanya.
“ Please gue
nggak suka dipanggil bapak.”
Dia tertawa kecil, manis banget. Posisi dia sekarang
yang membelakangi matahari yang tengah surut, cahaya kuningnya menimbulkan silut badan dia yang nampak indah. Cantik banget pokoknya. Kali ini dia pakai make
up, lebih tebal dibagian mata. Bibirnya seperti biasa menggoda, hanya di poles
dengan lipstick warna merah muda. Rambutnya juga digulung keatas sedikit
berantakan karena beberapa anak rambutnya jatuh tertiup angin. Dia masih menggunakan
setelan rok pendek dan blazer, sepertinya pulang kerja.
“ Bapaknya
anak-anak mau?” goda Ius.
“ Untuk
anak-anak nya Disa mau.”
“ Norak lu.”
Kita bertiga tertawa kecil. Ya, gue norak kali ini.
“ Disini
sama Dev dulu mau?” Ius bicara dengan Disa.
“Boleh deh,
di unit juga nggak ada apa-apanya bosen.”
“ Yaudah gue
tinggal bentar ya, mau jemput. Ntar gue kabarin lagi kalau bisa nyusul sini.”
Disa mengangguk kemudian mengambil alih kursi kosong yang
tadi diduduki Ius. Aroma tubuhnya langsung bikin otak kotor gue ngebayangin
sesuatu.
“ Dev duluan
ya, ngobrol deh sana sama Disa. Siapa tahu cocok.” Pamitnya sambil berlalu. Gue
senyumin aja. Disa sudah meminta bartender untuk dibuatkan minum juga. Dia
memutar kursi menghadap bartender yang tengah meracik minumanya. Gue memutar
kursi menghadapnya.
“ Deket sama
Ius?”
“ Iya, deket
banget.” Dia memutar kursi menghadap gue juga. Posisi kita sekarang saling
berhadapan.
“ Its mean,
pacaran?”
dia tersenyum kemudian menoleh ke arah bartender untuk
mengambil minumanya yang sudah jadi.
***
0 komentar