A CHILD ( chapter 2 )
A CHILD ( chapter 2 )
Jesika
membuka matanya secara sempurna ketika dengan tiba-tiba mendapat ciuman hangat
dipipi kanannya.
“ Noona bangun, Ara ingin memperlihatkan noona
sesuatu.” Rengek seorang anak laki-laki tampan berusia 5 tahun di hadapannya.
“ Oh Ara, ada
apa sayang? Noona masih ingin istirahat sebentar.” Balas Jesika dengan suara
parau. Badannya masih sangat lelah dan enggan untuk segera bangun menuruti
permintaan anak kandungnya yang justru memanggilnya Noona karena dibiasakan
sejak lahir. Semalam dia tidak bisa tidur dengan tenang setelah mendengar
perkataan omma nya.
“ Ara punya mainan baru noona, banyak sekali. Ayo kita
main.” Rengek Ara kali ini tidak hanya diam tapi mulai naik ketas ranjang dan
menarik selimut yang dipakai Jesika.
“ Ara ini masih terlalu pagi sayang, mandilah dulu
setelah itu makan. Baru kita akan main bersama ya.” Jesika masih enggan untuk
menuruti permintaan Ara. Sedikit pun dia tidak bergeming dari tempat tidurnya,
hanya membuka matanya itu pun samar-samar.
“ Sudah pukul 10.00 noona, Ara sudah mandi juga sudah
makan. Sejak kemarin Ara tidak melihat noona.” Ucap Ara sedih, matanya mulai
berair sesenggukan berjalan keluar meninggalkan Jesika yang mengacuhkannya.
Padahal dia benar-benar ingin bermain bersama noonanya.
“ Ada apa sayang? Kok sedih?” tiba-tiba sesosok
laki-laki tinggi bertubuh tegap yang sejak tadi memperhatikan obrolan ibu dan
anak di tempat tidur itu datang memeluk anak laki-lakinya sebelum melewati
pintu kamar.
“ Noona tidak mau bermain dengan ku appa.” Ara mengadu
pada appa nya yang sudah sejak tadi pagi-pagi sekali menjenguknya kesini dan
membawakannya banyak mainan. Tangisnya pecah di pelukan laki-laki tampan nyaris
sempurna tanpa cela yang dipanggilnya appa sejak lahir itu.
“ Huuss cup cup sayang, noona masih capek. Main sama
appa saja ya.” Bujuk laki-laki itu dengan sabar.
“ Tidak mau, Ara mau sama noona appa. Sama noona.”
Tangis Ara semakin keras dan semakin mempererat pelukannya pada laki-laki
dihadapannya. Mendengar kan itu akhhirnya Jesika bangkit dari tidurnya. Mencari
ikat rambut di meja sebelah tempat tidur milik Ara kemudian mengikat rambutnya
secara acak dan segera berjalan mendekati Ara yang masih menangis di pelukan
ayah kandungnya, Cho Kyuhyun. Seorang laki-laki tampan yang memiliki mata dan hidung
yang indah, bentuk rahang yang kuat dan alis tebal namun tidak meninggalkan
kesan kaku dan galak. Laki-laki yang di kenal Jesika secara tiba-tiba di sebuah
club malam ketika dia masih bekerja disana untuk menopang biaya hidup bersama
omma nya beberapa tahun silam sebelum Ara ada tentunya.
“ Sini kemarilah bersama noona.” Ucap Jesika berusaha
menarik perhatian Ara.
“Ani, noona tidak mau main bersama Ara.” Balas Ara
semakin kencang menangisnya.
“ Maafkan noona sayang, noona lelah sekali. Tapi
sekarang noona mau main sama Ara. Ayo kita main, mana mainan baru Ara?” Jesika masih berusaha membujuk anaknya. Kali
ini gentian Ara yang tidak bergeming sama sekali, dia bahkan tidak mau berbalik
untuk melihat noona nya. Dia masih menagis dan menyembunyikan wajahnya dibalik
kaos lengan panjang yang kini dipakai Kyuhyun.
“ Ara … sayang ..” panggil Jesika lagi, namun Ara
tetap saja tidak menjawabnya.
“ Biarkan dia tenang bersama ku dulu.” Kata Kyuhyun
sambil mengangkat tubuh anak itu kemudian membawanya keluar dari kamar. Jesika
mematung ditempatnya memperhatikan Ara di pundak Kyuhyun yang berjalan menjauh.
Dia menyesal mengacuhkan anaknya dan membuat dia menangis. Hampir selalu
begitu, ketika Ara menginginkan kebersamaan dengan Jesika dan Jesika dalam
kondisi yang tidak ingin diganggu Kyuhyun selalu ada dan berhasil mengalihkan
perhatian Ara. Jesika mengakui dalam hati bahwa kedekatanya dengan Ara
berkurang sejak dia mulai menjalani koas di rumah sakit yang begitu menyita
waktunya, ditambah dia juga masih bekerja menjadi asisten seorang dokter di
sebuah klinik 24 jam sejak awal kuliah untuk memehuni kebutuhan sehari-hari.
Mungkin karena itu Ara jadi lebih dekat dengan omma nya dan Kyuhyun ayah
kandungnya disbanding dengan dirinya.
“ Ada apa? Kenapa Ara menangis?” tiba-tiba Arumi
datang dan mengacaukan lamunan Jesika.
“ Biasa omma, anak kecil ya begitu.” Balas Jesika
sekenanya. Dia berjalan keluar kamar meninggalkan omma nya dan segera pergi ke
kamarnya sendiri kemudian mandi.
Selesai mandi Jesika keluar kamar dan mendapati Ara
sudah tenang kembali dan bermain bersama Kyuhyun. Ara nampak senang sekali,
Jesika bahkan tidak pernah melihat Ara sesenang itu jika bermain bersamanya.
Dia memperhatikan lekat-lekat anak itu, bibirnya hidungnya matanya
bentuk-bentuk tubuhnya semua mewarisi Kyuhyun. Tidak ada satupun dari diri
Jesika yang menempel di bocah itu.
“
Kamu sudah mau berangkat lagi Jesika?” Tanya Arumi yang sedang menyiapkan makan
di meja makan sebelah ruang santai tempat Kyuhyun dan Ara main sementara ruang
itu berhadapan secara langsung dengan kamar Jesika. Jesika tengah berdiri di
depan pintu kamarnya dengan pakain formal dan membawa tas yang biasa dia
gunakan untuk bekerja.
“ Iya
omma, aku ada jadwal jam 12.00 ini.” Balas Jesika berjalan mendekati Ara.
“ Ara
sayang, noona berangkat kerja ya. Ara tidak ingin mengantarkan noona keluar?”
dia berjongkok sambil membelai lembut rambut belakang Ara yang tengah asik
bermain bola-bola plastic bersama Kyuhyun di sebelah kanannya. Ara tidak
menjawab, dia hanya menatap Jesika kemudian berpaling dan memeluk Kyuhyun.
“
Loh, kenapa sayang? Noona kangen sama Ara, noona ingin diantar Ara sampai
depan.” Bujuk kyuhyun namun Ara masih diam tidak mau menjawab.
“ Ara
marah sama noona? Noona minta maaf sayang, sabtu depan kita main seharian ya.
Noona akan minta libur untuk Ara.” Jesika masih berusaha membujuk namun tidak
berusaha mendekati Ara lagi yang sudah nempel di dada ayahnya.
“
Kamu mau langsung berangkat Jesika? Tidak makan dirumah dulu seenggaknya biar
Ara bisa lebih lama merasakan kehadiran kamu meskipun dia sedang marah dengan
mu.” Arumi yang selesai menyiapkan makanan kini mulai beranjak dari meja makan
dan berjalan ke ruang tengah.
“
Baiklah omma, kebetulan nanti malam aku juga tidak pulang. Ada jadwal jaga
malam selama tiga hari kedepan.” Jesika bangkit dan meninggalkan kyuhyun dan
Ara yang masih berpelikan menuju meja makan. Dia sudah hamper frustasi membujuk
Ara.
“ Ara
sayang, ayo kita makan.” Ajak Arumi.
“
Tadi pagi Ara sudah makan omma.” Balas Ara, dia mulai melepaskan pelukannya
dari kyuhyun dan berbalik menatap Arumi.
“
Tadi pagi kan makan roti sayang, kamu harus makan nasi hari ini biar kuat biar
bisa main seharian sama appa.” Bujuk Arumi.
“
Begitu appa?” Ara meminta ijin Kyuhyun.
Kyuhyun tersenyun kemudian menganguk. “ Ayo kita
makan.” Balasnya kemudian menggendong anak itu dan membawanya ke meja makan
yang sudah ada Jesika di sana. Arumi kemudian menyusul. Ara sengaja didudukan
di sebelah Jesika kemudian sebelah lagi Kyuhyun. Arumi duduk di ujung meja dan
sudah siap ingin mengambilkan nasi untuk Kyuhyun.
“ Ani
ommonin, aku bisa sendiri.” Kyuhyun menolak dengan halus sambil mengambil
piring dari tangan Arumi. Rasanya tidak enak dilayani oleh wanita yang lebih
tua, mungkin beda ceritanya jika yang melakukan ini omma nya atau mertuanya.
“
Tidak masalah tuan. Saya senang melakukannya.”
“ Ani
ammonin, bersikaplah biasa pada ku. Ini sudah berlalu lima tahun dan jangan
sungkan kepada ku. Aku juga tidak suka mendengar ammonin memanggilku tuan.
Panggilah nama ku saja .”
“ Tidak
tuan itu lancang.” Arumi masih sungkan.
“
Akan lebih lancang jika aku membiarkan orang seusia ammonin memanggilku tuan.
Amonim bukan pelayan ku, amonim adalah omma dari perempuan yang melahirkan anak
ku. Akan terasa lebih nyama jika omonin juga menganggap ku sebagai ayah dari
cucu amonim sendiri.”
Jesika tidak mau terlibat obrolan itu. Seperti biasa
dia memang selalu acuh dengan Kyuhyun, yang mengherankan baginya adalah kenapa
omma nya bisa begitu menyukai laki-laki itu. Lihat saja dia begitu menghormatinya.
“
Sudahlah, jangan membicarakan hal seperti ini di depan Ara. Perkembangan dia
sangat baik dalam menerima informasi, aku takut jika dia bingung denga situasi
yang ada.” Pinta Kyuhyun sambil melirik Ara yang masih sibuk dengan balok-balok
kecilnya dan tampak acuh dengan pembicaraan orang-orang dewasa di sebelah nya.
“ Iya
kau benar tuan, maksut saya Kyuhyun. anak itu cerdas sekali. Aku mulai
kewalahan mejelaskan segala macam apa yang dia tanyakan.” Balas Arumi. Kali ini
dia sudah sibuk mengambilkan makanan untuk Jesika yang masih Nampak acuh dan
sama sekali tidak tertarik untuk ikut bergabung dalam obrolan itu.
“
Benarkah? Apa saja yang dia tanyakan amonin?” Kyuhyun terlihat antusias.
“
Banyak hal, dari yang kenapa warna langit biru kenapa tidak merah. Kenapa bisa
ada salju, kenapa ada manusia-manusia yang bisa bergerak ketika dia melihat
film kartun kesukaanya.” Arumi nampak gmbira menceritakan.
Jesika masih tidak bergeming,dia hanya menyimak
pembicaraan itu tanpa tertarik untuk mengikutinya. Namun jauh dalam lubuk hati
dia merasa sedih. Entah kenapa, obrolan antara omma nya dengan Kyuhyun nampak
seolah-oalh Ara itu anak merekak berdua.
“
Jika amonim merasa kesusahan menjawab pertanyaan-pertanyaan Ara amonin bisa
menelfon ku dan akan ku jelaskan langsung ke Ara melalui telfon.”
“ Ahh tidak, saya pasti mengganggu waktu berharga mu
nak.” Balas Arumi.
“ Sudah ku bilang jangan sungkan amonin, aku ingin Ara
tetap tumbuh seperti anak-anak lainnya. Mendapatkan jawaban langsung dari orang
tua nya tentang apa yang tidak dia tahu akan menambahnkan rasa percaya diri
dalam dirinya. Aku akan sangat berterimakasih jika amonim selalu melibatkan aku
untuk mengurus Ara.” Terang Kyuhyun.
“
appa,” panggil Ara disela-sela kesibukannya.
“ Iya
sayang, kenapa?”
“ Ara
ingin ayam itu.” Ara menunjuk potongan
ayam goreng di meja yang baru saja diambil Jesika.
“ O,
Ara mau ini sayang? Sini noona suapin.” Jesika memberikan ayam yang tadi
diambilnya kemudian mengambil piring dan menyendok nasi serta sayur untuk Ara.
Ara menerima ayam itu kemudian memakannya dan masih mengacuhkan Jesika. Ya
tuhan anak itu kalo sudah marah susah sekali dibujuknya, Jesika mengeluh.
“ Ini
sayang, buka mulutnya.” Jesika masih terus berusaha mengambil hati Ara dengan
menyuapinya. Namun nampaknya Ara masih tidak mau berbaikan dengan Jesika, dia
menggelengkan kepalanya tanpa bicara.
“
Ara, ayolah.” Bujuk Jesika sedih.
“ Ara
mau disuapin appa.” Balas Ara.
“ Ya
tuhan Ara masih marah sama noona? Baiklah .” jesika benar-benar putus asa dan
meletakan kembali piring itu di meja kemudian dengan kesal meminum air putih di
sebelahnya.
“
Sini biar appa yang menyuapi Ara.” Putus Kyuhyun sambil mengambil kembali
piring yang diabaikan Jesika tadi.
“
Buka mulut Ara sayang, mau pakai sayur atau ayam saja?” dengan tlaten Kyuhyun
berusaha menyuapi anaknya itu. Tidak menjawab Ara justru sesenggukan sendiri
mulai menunjukan rasa ingin menangis.
“ Loh
Ara kenapa? “ Kyuhyun meletakan kembali piring itu kemudian mengambil Ara
kedalam pangkuannya berusaha menenagkan. Dia tahu Ara hanya ingin mengambil
perhatian Jesika. Tangis Ara kembali pecah begitu Kyuhyun meraihnya kedalam
pelukan.
“
hhus hus cup cup, Ara mau nya gimana?” Tanya Kyuhyun sambil mengusap pelan
punggung Ara.
“
Sini sini sama omma, ayo kita makan di ruang tengah sambil melihat kartun kesukaan
Ara.” Arumi bangkit menghampiri Kyuhyun dan mengambil Ara dari pangkuannya
kemudian mengambil kembali piring yang tadi diletakan Kyuhyun. Dia berjalan
menggendong Ara tanpa melakukam penolakan menuju ruang tengah dan meninggalkan
Kyu bersama Jesika di meja makan. Beberapa menit Kyu Nampak menoleh
memperhatikan Ara bersama neneknya yang sudah kembali tenang dan mulai
menikmati makannya.
“ Aku
mohon berikan sedikit perhatian untuk Ara.” Kata Kyuhyun kembali menegakan
posisi duduknya.
“
Kamu pikir aku tidak perhatian dengan anak ku sendiri?” balas Jesika dingin.
“
Berikan lebih banyak waktu luang mu untuknya.”
“ Aku
tau apa yang harus aku lakukan untuk anak ku.”
“
Kalau begitu tinggalkan pekerjaan kamu di klinik.”
“
Atas dasar apa kamu memintaku untuk berhenti dari pekerjaan ku. Ingat
perjanjian kita untuk tidak saling mencampuri urusan masing-masing.”
“
Dasar agar kamu bisa memiliki lebih banyak waktu dengan Ara.”
“
Sudah ku bilang aku tau apa yang harus aku lakukan untuk Ara.”
“ Aku
akan mengganti gaji yang kamu dapat dari klinik itu untuk memenuhi kebutuhan
kamu dan omma mu.”
“
Tidak perlu sebaik itu, aku dan omma bukan tanggung jawab mu. Hanya perlu kau
urus kebutuhan Ara.” Jesika masih sedingin biasanya. Matanya menatap lurus
kedepan dan segera berdiri mengambil tas kemudian berjalan meninggalkan
Kyuhuyun.
“
Noona harus pergi bekerja sayang, baik-baik dengan omma. Noona pulang besok
pagi.” Pamit Jesika kepada Ara yang masih menikmati makannya. Dia mencium pipi
kiri dan kanan anak itu kemudian mencium omma nya.
“ Aku
pamit omma, kalo ada apa-apa hubungi aku.”
“
Ne.”
^^^
Suasana tenang namun tegang masih
menyelimuti ruangan operasi siang ini, Jesika yang berdiri di samping dokter
Dae pembimbingnya pun merasakan ketegangan itu meskipun ini bukan pertama kali
dia ada di ruang operasi dan menangani
pasien. Beberapa kali dia nampak sibuk membantu dokter Dae yang masih
serius dalam pembedahan jantung minimal invasif untuk penyembuhan pasien penderita Jantung. Selain
operasi jantung terbuka, saat ini prosedur untuk melebarkan pembuluh arteri
yang tersumbat sudah bisa dilakukan dengan melakukan operasi minimal invasif
atau yang disebut dengan angioplasti. Kerusakan pembuluh darah terjadi karena
sejumlah faktor, antara lain penyempitan pembuluh darah akibat tumpukan
kolesterol dan pelebaran pembuluh darah karena tekanan darah tinggi. Jika
dibiarkan, akan menyebabkan pembuluh darah pecah yang berisiko kematian. Kelebihan metode bedah
minimal invasif antara lain lebih cepat, akurat, dan tentu saja memiliki efek
samping lebih kecil. Dibanding
bedah konvensional, bedah minimal invasif memiliki waktu perawatan lebih
singkat di rumah sakit, penyembuhan lebih cepat, dan luka lebih kecil. Dalam operasi jantung
konvensional, dokter akan membuat sayatan sepanjang 15 sentimeter di tengah
tulang dada pasien. Sementara melalui bedah minimal invasif, tidak lebih dari
lima sentimeter ke bagian samping dari dada sehingga tidak terlalu sakit bagi
pasien. Lewat lubang tersebut dimasukkan alat operasi, seperti kateter, klip,
dan endoskop.
Situasi bagian dalam tubuh pasien ditampilkan lewat layar monitor, sedangkan operasi dilakukan manual oleh tim dokter. Jesika beberapa kali mendapat materi tentang metode ini namun baru kali ini bisa mempraktekan secara langsung. Tiga jam sudah di ada di ruangan ini dan nampaknya sebentar lagi akan segera selesai begitu Jesika melihat dokter Dae mulai menutup kembali luka sayatan pada pasien.
Situasi bagian dalam tubuh pasien ditampilkan lewat layar monitor, sedangkan operasi dilakukan manual oleh tim dokter. Jesika beberapa kali mendapat materi tentang metode ini namun baru kali ini bisa mempraktekan secara langsung. Tiga jam sudah di ada di ruangan ini dan nampaknya sebentar lagi akan segera selesai begitu Jesika melihat dokter Dae mulai menutup kembali luka sayatan pada pasien.
“ Ada
yang bisa saya bantu lagi dokter?” bisik Jesika begitu dia selesai membereskan
beberapa peralatan yang tadi dia pakai untuk membantu pembimbingnya.
“ Ani
ya, biar ku selesaikan sendiri saja bagian ini. Sepertinya kamu mulai
kelelahan. Bantu aku ambilkan peralatan jahitnya saja.” Pinta dokter Dae.
“ sudah
paham kah tentang peralatannya?” dokter Dae sedikit tersenyum menanyakan nya.
Jesika tertawa dalam hati, sudah pasti paham dia sudah
mempelajari hal itu sejak tingkat awal.
“ Ne dokter.” Jawab Jesika
sambil memberikan Needle, Needle Holder dan Benang Bedah untuk
keperluan penjahitan luka.
“
Gomawo.” Balas dokter Dae mengambil peratalan yang dibutuhkan kemudian segera
melakukan penjahitannya.
Beberapa menit setelahnya kegiatan dokter Dae dan team
sudah selesai, selanjutnya merupakan tugas perawat untuk membereskan peralatan
bedah dan mengurus pasien. Sebelum keluar ruang operasi seperti biasa para
dokter mencuci tangan dan membersihkan diri untuk mengsterilkan diri setelah
itu keluar dan kembali melanjutkan tugas yang lain.
Pukul 19.00 KST ketika Jesika kembali ke ruangan yang
ditempati selama hamper satu tahun koas di rumah sakit ini bersama dokter Dae
pembimbingnya. Dia menjatuhkan diri di kursi dan bersandar pada sandaran
kursinya, rasanya lelah sekali.
“
capek Jesika?” Tanya dokter Dae nampak sama tengah duduk istirahat di kursinya
berusaha menghilangkan rasa capek setelah tiga jam berdiri dan konsentrasi
melakukan operasi.
“
Lumayan dokter, tapi saya menikmatinya.” Balas Jesika mulai menegakan kembali
posisi duduknya dan membuka laci meja kemudian mengambil smartphone nya.
“
Baiklah, lain kali kita akan melakukan bedah yang lebih rumit. Mungkin bedah
jantung konvensional.”
“ Ne
dokter, mohon bimbingannya. Oh maaf saya angkat telfon dulu.” Ijin Jesika
begitu melihat ada panggilan di layar smartphone nya. Dokter Dae hanya
tersenyum membalas Jesika yang sudah berbicara dengan orang di seberang sana.
“ Ne
oppa.”
“
Kamu dimana? Sudah selesaikan operasinya?” balas orang diseberang telfon.
“ Ne,
aku diruangan ku.”
“ Aku
kesana, kita makan. Kamu belum istirahat kan sejak tadi siang.”
Klek, sambungan terputus. Asshh laki-laki itu selalu
begitu, gumam jesika menutup sambungan telfonnya kemudian meletakan kembali di
meja.
“ Apa
dokter Dae akan segera pulang?” Tanya Jesika begitu melihat dokter senior di
rumah sakit ini yang sudah berusia lebih dari setengah abad namun masih sangat
tampan itu mulai mengemasi beberapa barang di mejanya.
“ Ne
Jesika, tugas ku sudah selesai hari ini. Kamu sampai jam berapa tugas hari
ini?”
“
sampai nanti jam Sembilan malam dokter. Tapi setelah ini sepertinya saya mau
makan malam dulu, selain capek berdiri berjam-jam di ruang operasi selalu
membuat ku lapar.” Terang Jesika.
Dokter Dae tertawa pelan mendengarnya. “ terkadang aku
juga merasakannya, selalu lapar habis operasi. Oh iya, pasien yang kamu terima
tadi siang bagaimana?”
“
Saya masih menunggu hasil lab dokter. Saya curiga dia terkena virus typus
melihat gejala-gejalanya. Untuk lebih memastikan saya meminta petugas lab untuk
mengeceknya. Mungkin besok sudah keluar hasilnya.”
Setelah hampir satu tahun koas disini Jesika mulai
dipercayai dokter Dae untuk secara penuh mengambil alih pemeriksaan terhadap
pasien yang ditunjuk dokter Dae untuk ditangani Jesika. Meskipun dalam kondisi
tertentu dia aan tetap membutuhkan bimbingan.
“
Bagus, melihat kondisinya tadi aku rasa dia memang typus. Tapi aku suka cara
kamu untuk lebih memastikannya dengan tes darah. Kenapa hasil tes bisa selama
itu? Biasanya hanya perlu menunggu beberapa jam.”
“
Beberapa petugas lab hari ini cuti dokter sementara pekerjaan mereka terus
bertambah.”
“
Baik, terus amati kondisinya. Jika ada hal yang tidak kau pahami tanyakan pada
ku. Aku akan dengan senang hati membantumu.” Balas dokter Dae.
“ Ne
dokter.” Jesika tersenyum mendengarnya. Dia beruntung sekali mendapat
pembimbing seoarang dokter senior seperti dokter Dae yang begitu baik ramah dan
rendah hati. Sejak pertama bertemu dan membimbingnya Jesika sudah merasa suka
dan cocok dengan dokter itu.
“
Permisi..” nampak terdengar suara disertai ketukan pintu dari luar.
“ Ne,
silahkan masuk.” Jawab dokter Dae.
“
Permisi dokter, apakah saya mengganggu?” Tanya sosok laki-lagi tampan bertubuh
tinggi tegap yang baru saja mengetuk pintu beberapa kali dari luar.
“
Andwe tuan muda, apakah ada yang bisa saya bantu?” dokter Dae berdiri memberi
hormat dengan menunduk.
“ Ani
ya dokter, tidak perlu sesungkan itu kepada ku.” Laki-laki muda itu kemudian
ikut membungkuk tanda dia hormat pada laki-laki setegah baya dihadapannya.
“ Aku
kesini ingin menemui Jesika. Apakah aku sudah bisa membawanya untuk pergi
makan? Seharian ini dia belum makan dokter.” Tambah laki-laki muda itu. Dokter
Dae duduk kembali di kursinya disertai senyum.
“
Tentu tuan, dia milik mu sepenuhnya.” Balas dokter Dae.
“
Kenapa oppa menyusul kesini?” Tanya Jesika. Dia malu dengan dokter Dae karna
ini baru pertama kalinya Chanyoel menghampirinya ke ruangan dan secara
kebetulan ada dokter Dae didalam.
“
Kenapa kata mu? Di rumah sakit inii hanya kau yang seberani ini pada ku.” Balas
Chanyoel sambil menarik kursi didepann meja kerja Jesika kemudian mendudukinya.
“
Lalu aku harus bagaimana?” Jesika melipatkan kedua tangannya di depan dada
sambil memandang lekat-lekat wajah Chanyoel.
“
Bersikaplah manis pada ku nona Jesika.” Canda Chanyoel.
“
Lalu apa yang tuan muda Chanyoel inginkan saat ini?”
“ Temani
tuan muda makan.”
“ Aku
masih harus memeriksa pasien.”
“ Aku
akan menunggu mu.”
“
Baiklah kalau tuan muda memaksa, tunggu aku beberapa menit setelahnya aku akan
menyusul. Kita makan dikantin kan?” jesika berdiri mengambil kembali jas
putihnya yang sudah digantung dengan rapi di rak sebelah mejanya.
“
Sebenarnya aku ingin keluar sayang. Apa kita makan setelah kamu selesai kerja
aja?”
“
kenapa harus keluar? Di luar udaranya masih sangat dingin, lagi pula setelah
aku selesai bertugas aku harus berjaga di klinik.” Jesika mengambil stetoskop
di rak sebelah dia menggantungkan jas kerjanya.
“
Bisakah kamu berhenti dari pekerjaan itu?” tiba-tiba air muka Chanyoel berubah
serius.
“ Ah
sudahlah, aku tidak ingin menbahas masalah itu lagi.” Jesika menghindari
pembicaraan mengenai pekerjaanya yang memang dari dulu tidak Chanyoel sukai.
“ Aku
hanya tidak suka kau bekerja terlalu keras. Kamu bisa mengandalkan ku.”
“
Kita teruskan pembicaraan ini nanti.” Putus Jesika merasa tidak enak karena
masih ada dokter Dae yang nampak sibuk dengan laptopnya.
“
Dokter saya akan memeriksa pasien tadi siang sekali lagi untuk memastikan
kondisinya baik-baik saja sebelum hasil lab nya keluar.” Pamit Jesika diikuti Chanyoel
yang mulai berdiri dari duduknya kemudian menuduk menghormati dokter Dae.
“ Ne
Jesika, jika ada apa-apa hubungi aku. Sebentar lagi aku juga akan pulang.
Makanlah yang banyak.” Dokter Dae pun berdiri dan membungkuk membalas Chanyoel.
^^^
“ Ara
marah dengan ku seharian ini oppa, aku frustasi untuk membujuknya kembali.”
Cerita Jesika disela makan mereka berdua di kantin
rumah sakit setelah Jesika selesa
memeriksa kondisi beberapa pasien nya.
“
Memangnya apa yang kamu lakukan sampai dia marah seperti itu?” Chanyoel
menanggapi cerita pacarnya dengan penuh perhatian seperti biasa.
“ Aku
menoknya untuk diajak main.” Jelas Jesika menaruh sendok dan garpunya ke
mangkuk berisi ramen kuah yang dipesannya kemudian meminum air putih di
sebelahnya.
“Kamu
menolaknya karena kelelahan?” Chanyoel berusaha mengerti.
“ Iya
seperti itu. tadi malam tidur ku tidak
enak, jadi bangun sedikit siang terus sebelum aku bangun Ara sudah membangun
kan ku. Makanya aku mengacuhkan dia.”
“ Dan
mala mini kamu tidak pulang lagi karena jaga di klinik?”
Jesika mengangguk lemah. Tadinya dia lapar sekali tapi
baru beberapa suapan ramenn dia merasa malas untuk melanjutkannya.
“ Aku
tau kamu tidak suka kita membahas ini, tapi aku benar-benar sangat ingin kamu
keluar dari pekerjaan itu. aku tidak tega melihat kamu yang setiap hari capek. soal
kebutuhan kamu, omma dan Ara kamu jangan kawatir. Kamu bisa mengandalkan ku.”
Bujuk Chanyoel untuk yang ke sekian
kalinya. Dia tahu Jesika bukanlah tipe orang yang suka bergantung dengan orang
lain, dia sudah dari beberapa tahun lalu membujuk perempuan cantik itu untuk
meninggalkan pekerjaanya. Tidak se egois itu Chanyoel memintanya tidak bekerja,
dia justru sangat mengerti kondisi Jesika. Dia tidak suka melihat pacarnya
terlalu lelah dengan bekerja tambahan, terlebih setelah dia menjalani koas di
rumah sakit ini hari-harinya semakin habis dengan aktifitas di luar rumah.
Chanyoel sudah sering kali menawarkan diri untuk membantunya, dalam hal ini
sudah pasti masalah financial. Tapi Jesika selalu menolaknya dengan halus,
ketika pun dia benar-benar membutuhkannya dia akan lebih memilih untuk meminjam
dari pada memintanya dan pasti beberapa waktu setelahnya Jesika akan
mengembalikan uang itu. hal yang sangat tidak perlu bagi Chanyoel karena dia
memiliki banyak uang bahkan untuk menanggung semua kebutuhan hidup keluarga
Jesika. Sudah ratusan kali dia menawarkan itu untuk menggantinya agar Jesika
mau keluar dari pekerjaannya tapi ratusan kali itu juga Jesika menolak,
akhirnya dengan pasrah Chanyoel menuruti Jesika. Hanya banyak yang Chanyoel
lakukan tanpa sepengetahuan Jesika untuk membantunya seperti membiayai
pendidikannya di kedokteran dengan menutupinya sebagai beasiswa dari
universitas, aneh karena sangat jarang beasiswa diberikan kepada mahasiswa kedokteran.
Selain itu Chanyoel juga setiap sebulan sekali mentransfer sejumlah uang ke
rekening Arumi untuk kebutuhan sehari-harinya agar tidak memberatkan Jesika.
Awalnya Arumi menolak, selalu mengembalikan uang itu ke Chanyoel tapi Chanyoel
tidak kehabisan akal untuk membujuk Arumi. Intinya untuk membantu Jesika dan
dengan alas an itu akhirnya Arumi menerimanya.
“ Sudahlah
oppa, jangan mengawatirkan ku. Aku baik baik saja, jadi tidak perlu meminta ku
untuk berhenti bekerja.”
“
Baiklah, segera selesaikan koas kamu dan bekerja sajalah disini.” Putus
Chanyoel akhirnya sambil menghabiskan sisa makanan terakhirnya.
“
Kenapa tidak dihabiskan makannya?” Tanya Chanyoel begitu mengetahui mangkuk
Jesika masih penuh.
“
Tiba-tiba merasa kenyang.”
“
Kenyang dari mana? Kenyang karena pembahasan kita barusan tentang pekerjaan
kamu? Maaf kan aku sayang.”
“ Ani
ya, aku sudah biasa mendengar permintaan itu dari mu. Tidak pernah aku hiraukan
juga.”
“
Makanlah.” Pinta Chanyoel mengambil alih makanan Jesika dan menyuapkannya di
depan mulut gadis keras kepala yang selalu membuatnya jatuh cinta itu.
“ Ani
oppa, jangan seperti ini aku malu banyak orang.” Tolak Jesika mengambil suapan
itu dari tangan Chanyoel kemudian menaruhnya kembali ke mangkuk.
“
Memangnya kenapa, kamu paacar ku.”
“
Bukan aku pacar mu atau adegan suap-suapan yang menarik perhatian mereka. Tapi
kamu, kamu sebagai pemilik rumah sakit ini.”
“
Terus? “ Chanyoel selalu seperti ini, selalu santai dan tidak mempedulikan
tentang status social siapapun termasuk dirinya.
“ Ya
terus mereka akan menggunjingkan kita.”
“
Memangnya kenapa kalau aku pemilik rumah sakit ini? Aku pun tidak yakin mereka
semua tau aku sebagai pemilik rumah sakit. Mereka memperhatikan kita karena
mereka iri dengn kemesran kita.” Canda Chanyoel seperti biasa.
“
Asshh kau ini. Kalau sudah selesai makannya ayoo kita kembali. Aku masih ada
yang perlu diselesaikan.”
“
Sampai jam berapa?” Tanya Chanyoel setelah selesai menghabiskan air putih di
gelas Jesika. Iya, Chanyoel mengambil gelas Jesika kemudian menghabiskannya.
“ Jam
Sembilan, setelah itu aku ke klinik.”
“
Baiklah aku akan mengantarkan mu ke klinik.”
“
Oppa belum selesai kerja?”
“
Belum, masih ada beberapa yang belumm aku cek. Mendekati akhir bulan seperti
biasa banyak laporan dari masing-masing divisi.”
“
Oppa lembur sendirian?”
“
Ani, aku bersama Kimmi. Aku butuh bantuannya untuk meng arsip laporan yang
sudah aku cek. Kamu cemburu?” goda Chanyoel lagi.
“
Andwe, memangnya kamu bisa berpaling dari ku.” Balas Jesika berdiri dan bersiap
berjalan. Tawa Chanyoel pecah.
“
Baik noona, tuan muda memang tidak bisa berpaling.”
^^^
0 komentar