LIPSTIK MERAH
Percayalah bahwa se BRENGSEK apapun
laki-laki, dia tidak akan menginginkan perempuan yang sama BRENGSEK untuk
menjadi ibu dari anak-anaknya. Dia tetap memilih perempuan baik-baik yang
pandai menjaga diri dan pergaulannya. Jika dia tengah bersama perempuan
BRENGSEK lainya, percayalah pula bahwa dia hanya bermain. Setelahnya dia akan
kembali pada yang baik. Itulah ke EGOIS an terbesar laki-laki.
***
“ Kenapa?”
Bibirnya
bergetar mengatakan pertanyaan itu. Tanganya nampak kuat menggenggam smartphone
punya gue yang menjadi penjelasan bisu tentang kecurigaanya selama ini. Wajahnya sendu menatap ke dua bola mata gue.
Tatapannya bikin gue semakin bersalah, sungguh gue merasa bersalah banget. Gue tau
apa yang gue lakuin pasti menyakitkan, tapi gue laki-laki yang punya gairah
lain selain hanya cinta. Gue nggak sebaik yang loe piker Bianka. Gue
semengecewakan ini.
“ Jawab aku Katon.” Ucapannya penuh
dengan penekanan tapi masih tetap selembut dan setenang itu. Satu dari sekian
banyak sifat dia yang gue suka. Walopun gue tahu saat ini perasaanya nggak setenang
yang dia tampakan. Gue tahu, sangat tahu itu. Gue bahkan nggak bisa setenang
dia. Lalu apa yang harus gue omongin ke dia? Mengaku begitu aja? Oh tidak, itu
akan semakin membuat dia sakit. Gue menyanyanginya, sangat. Tapi sekali lagi gue
ini laki-laki. Gue memiliki kebutuhan bilogis lain disamping hanya sekedar
sayang. Yah, gue sebajingan itu memang. Tapi gue rasa cukup sopan untuk
mencintainya. Setidaknya sampai gue belum melakukan kesalahan ini.
“ Aku tidak masalah jika memang
harus selesai disini. Tapi ku mohon beri tahu aku kenapa kamu melakukanya?
Setidaknya aku tahu kesalahan ku sampai kamu membohongi ku sejauh ini.” Mata indah
itu tampak sangat merah menahan air mata yang sudah mengumpul di pelupuk. Dia pasti
tengah menahannya mati-matian agar tidak keluar.
“ Maafkan aku Bi, aku memang salah.”
Akhirnya gue beranikan diri untuk membuka mulut sejak tiba di tempat ini sejam
yang lalu. Tempat favorit untuk gue dan Bianka bertemu. Walopun yang gue
omongin barusan sama sekali nggak ada nilainya, gue makin Nampak kacau dan
bodoh sekarang. Dihadapan perempuan sesempurna Bianka. Bianka perempuan yang
sudah gue pacari selama tiga tahun terakhir ini. Kita dipertemukan teman satu
kantor gue waktu acara nikahannya.
“ Orang bodoh pun tahu kalau kamu
salah, kenapa kamu tetap mengatakannya. Aku butuh alasan, bukan jawaban ataupun
pengakuan. Ini sudah sangat cukup menjawabnya.” Bianka mengangkat smartphone gue
yang dia genggam sejak tadi.
Dia menemukan banyak percakapan yang menyakitkan
di smartphone itu. Dia memang udah curiga sejak satu bulan yang lalu saat gue salah
memanggil namanya saat dia menelfon. Gue panggil nama Andita, bukan Bianka.
Andita sendiri adalah teman kantor Bianka yang dikenalkan beberapa bulan lalu saat gue menjemput Bianka.
Harus gue akui juga kalo gue memang tengah bermain dengan Andita sejak dua
bulan yang lalu.
Dia memiliki banyak perbedan dengan Bianka, dan gue tertarik
bermain dengannya ditengah hubungan gue dengan Bianka yang mulai menemui titik
jenuh. Ketika kita bersama dalam waktu yang lama tanpa ada kemajuan dalam
hubungan dan hanya begitu-begitu saja.
Selama
tiga tahun bersamanya, gue hanya sebatas mencium bibir itu pun nggak sampe
batas deepkiss. Dia selalu bisa mengendalikan saat gue memintanya lebih. Bahkan
tangan gue nggak pernah menyentuh apapun di tubuhnya selain tangan atau bahu
saat memeluknya.
Di awal hubungan gue menyukainya, menandakan bahwa dia perempuan
terhormat yang ingin diperlakukan hormat pula. Gue merasa telah mendapatkan
barang yang sangat berharga pada Bianka. Dia menjaga kehormatannya dengan baik,
hal yang sudah jarang dilakukan oleh perempuan urban jaman sekarang. Gue ikuti
permintaannya dan bertahan selama dua tahun tidak melakukan apapun terhadapnya.
Namun satu tahun terakhir kosentrasi gue mulai buyar. Gue putusin buat
menikahinya untuk menjadikan dia halal, tapi dia masih ingin menyelesaikan kuliah S2
nya sampai akhir tahun. Gue berusaha tetep sabar nunggu dia, terlebih Bianka
juga mulai menggunkaan jilbab yang bikin gue semakin sungkan untuk
menyentuhnya. Sejak dia memakai jilbab, gue sama sekali tidak menyentuhnya
apalagi menciumnya. Gue justru sangat ingin menjaganya, menjaga kehormatanya
sampai dia halal buat gue.
Namun
beberapa bulan terakhir ini pertahanan
gue runtuh saat mulai mengenal Andita. Bianka perempuan yang sangat baik, lemah
lembut juga penurut. Dia juga perempuan yang cerdas dan kritis, gue rasa itu
awal mula yang membuat gue ingin mengenalnya lebih jauh sampai pada tahap saat
ini. Kalo soal fisik itu relative, menurut gue dia sangat proporsonal. Gue
berani kasih nilai dia 9 kalo penampilan. Sebenarnya Andita jauh dibawah Bianka, hanya saja Andita
sangat tau bagaimana membuat dirinya nampak lebih menarik. Dia selalu
menggunakan make up tebal untuk membuatnya semakin cantik dan memakai lipstick
merah menyala yang menurut gue memberikan kesan menggoda. Dan kenyataanya gue
memang tergoda.
“ Maaf karena aku telah menghianati
kamu Bi, aku memang dekat dengan Andita. Teman mu.” Jawab gue lemah. Gue
mengaku meskipun sebenarnya tidak perlu, di smartphone yang Bianka bawa semua
percakapan gue dengan Andita dua hari yang lalu sudah sangat menjelaskan posisi
gue. Gue hanya tidak tau harus mengataka apalagi pada Bianka. Udah, harga diri
gue terjun didepan dia sekarang.
“ Kamu tidak hanya deket Katon, kamu
memiliki hubungan dengan nya.” Kalimat Bianka penuh dengan penekanan.
“ Katakan sejauh apa hubungan kalian
dan sejak kapan kalian bermain dibelakang ku.”
Bianka
semakin menuntut, gue hanya lemah dan menundukan kepala. Perilaku yang wajar
dilakukan karena melakukan kesalahan. Ya tuhan apa yang harus gue katakan.
Sejujurnya gue masih sangat mencintai Bianka, gue nggak mau melepaskannya atau
kehilangan dia. Tapi berengsek banget gue kalo masih memohon untuk bersamanya
setalah apa yang udah gue perbuat dengan Andita.
“ Katoon..”
panggil
Bianka pelan namun tegas, dan gue tahu dia sudah sangat menahan amarahnya untuk
tidak meluap begitu saja.
“ Kita sudah berhubungan terlalu
jauh.” Akhirnya kalimat itu keluar begitu saja dari mulut gue. Gue putuskan
untuk mengangkat kepala dan menatap Bianka. Dia mengalihkan pandangannya ke arah
lain, gue tahu dia menahan air matanya untuk tidak segera jatuh dan terlihat
oleh gue. Sejak tadi dia tidak berhenti menggerakan tumit kaki kanannya dan gue
rasa itu bentuk pelampiasan kemarahannya. Jari telunjuk tangan kiri nya pun
terus mengetuk meja dengan tidak teratur. Iya gue tahu itu bentuk peralihan
kemarahanya, bahkan dia tidak pandai melampiaskan kemarahannya karena selama
ini dia memang tidak pernah marah.
“ Tangung jawab yang dia maksut,
tentang hubungan kalian yang sudah jauh?”
Gue
mengangguk pelan. Hening.
“ Apa karena selama ini aku selalu
menolak mu untuk melakukan lebih dalam hubungan ini?” air matanya jatuh juga,
bersamaan dengan itu jatuh pula semua harga diri gue yang gue tahan mati-matian
selama bersamanya. Bukan, bukan karena jaim, karena gue sama dia udah sangat
apa adanya diluar masalah skinship. Gue dengan sangat percaya diri selama ini
pengen buktiin ke dia kalo pacaran itu tidak melulu tentang hubungan fisik. Dia
memiliki latar belakang ilmu agama yang baik, dan dalam ilmu agama yang dia
percaya bahwa hubungan fisik itu dilarang selama belum dihalalkan. Karena itu gue
selalu berusaha keras menahan diri untuk tidak melakukan apapun padanya
meskipun gue sangat ingin. Sekali lagi, gue laki-laki normal yang nggak hanya
butuh cinta dann sayang dalam berhubungan. Ini bukan masalah nafsu semata, loe
yang ngrasa laki-laki pasti ngerti. Dimana loe butuh cara lain untuk ngungkapin
rasa sayang loe selain dengan kata dan kalimat. Dan sekarang gue udah nggak
bisa ngebela diri, apapun yang keluar dari mulut gue akan semankin membuat gue
lebih bodoh.
“ Jangan hanya diam, bicaralah
sesuatu.” Tuntutnya sambil mengusap kedua pipinya yang sudah basah karena air
mata. “ Aku mencintai mu Katon, aku sudah menaruh harapan besar dengan hubungan
ini. Kenapa kamu melakukanya disaat aku mulai yakin kalau kamu jawaban dari
semua doa ku setiap malam ini. Kamu tahu, hanya beberapa bulan lagi aku
menyelesaikan studi ku. Setelah ini selesai seperti janji ku, aku akan menikah
dengan mu. Kamu nggak inget seberapa
lama dulu kamu bisa nunggu aku hanya untuk mau jadi pacar kamu? Dan sekarang,
kamu hanya butuh nunggu sebentar lagi buat jadiin aku milik kamu sepenuhnya.
Tapi kamu memilih untuk berhianat dengan cara seperti ini, dengan seseorang
yang aku kenal pula.”
Dua
tahun lebih Bi, lebih buat gue yakinin elu mau jalan serius sama gue. Gue nggak
akan lupa perjuangan pertama gue ngejar perempuan segitunya.
Ya
Tuhan, kenapa dia hanya menangis tanpa melakukan apapun ke gue. Tampar kek,
siram pake air, pukul pakai sepatu atau apapun yang bikin gue sadar bahwa gue
telah melakukan kesalahan terbesar dalam hidup gue. Menukar berlian dengan emas
kuning karatan!! Gue baru tahu track record Andita seperti apa, dia pelaku ONS
( one Night Stand ) yang rela ditidurin siapa aja saat dia membutuhkannya. Dan
brengseknya dia sekarang ngaku-ngaku tengah mengadung anak gue. Bianka bahkan
jauh lebih mahal dari sekedar berlian!
“ Mungkin sekarang aku jauh lebih
buruk dari sampah dimata kamu. Apapun itu, aku hanya ingen perlu kamu tahu
bahwa aku tetap mencintai mu.” Demi apapun gue pengen banget meluk atau sekedar
ngambil tanganya dan menggenggam untuk meyakinkan, tapi sebelum mendapat
penolakan gue sadar dan mengurungkan niat mulia itu. Hanya diam ditempat dan
menatapnya dalam-dalam. Dia sudah bisa menguasai dirinya kembali dan Nampak
tenang walaupun gue tahu saat ini dia hancur. Karena gue, laki-laki brengsek
yang nggak tahu diri.
“ Pergi dan pertanggung jawabkan
kesalahan mu.”
“ Jika memang itu hasil kesalahan
ku, aku akan mengakuinya. Tapi aku tidak yakin. Kamu tahu bagaiaman dia
diluaran sana kan?” bagus, jawaban gue udah kayak laki-laki pengecut yang lari
dari tanggung jawab. Selain pengecut gue juga Nampak kayak ABG brengsek yang
mencari alasan lain untuk menutupi kesalahan. Bener-bener banting harga diri.
“ Kamu tidak mengakuinya?” Bianka
tidak percaya dengan jawaban ku, dia sedikit menunduk dan menatap ku lebih
dalam.
“ Aku mengakui melakukan hal bodoh
itu bersamanya, tidak hanya sekali. Tapi dia juga melakukannya dengan orang
lain. Apakah aku salah kalau aku meragukannya?”
“ Buktikan jika anak yang dia
kandung bukan anak mu.”
“ Jika aku berhasil membuktikanya?”
seperti
mendapat angina segar, gue langsung menuntutnya dengan pertanyaan itu. Kalimat
dukungan untuk bisa mendapatkan kesempatan ke dua kan. Tapi dia diam kembali,
sedang menimbang.
“ Aku akan pikirkan.” Dia berdiri
dan mengambil tangan gue kemudian menaruh smartphone gue disana. Sebelum sempat
berpaling, gue lebih dulu menahan tanganya. Gue ikut berdiri.
“ Percayalah, setiap orang pernah
melakukan kesalahan kan. Dan setiap orang punya hak untuk dimaafkan dari
kesalahanya.”
Dia
tidak bereaksi, hanya membalas tatapan. Matanya kembali memerah, dia tengah
menahan air matanya kembali.
“ Mungkin aku bisa memaafkan, tapi
jangan berharap lebih.”
“ Aku akan membuktikannya Bi, tuduhan
Andita tidak benar. “
dia
melepaskan diri dari genggaman gue dan melenggang pergi. Tanpa bereaksi, gue
hanya bisa membiarkanya pergi. Hanya untuk saat ini. Tungggu sebentar, meskipun
gagal membuktikan bahwa pacaran itu tidak melulu tentang hubungan fisik tapi
gue nggak boleh gagal membuktikan bahwa pacaran tidak melulu tentang bagaimana
kita mengungkapkan perasaan dengan hanya berkata-kata tapi butuh cara lainya.
0 komentar