­
Diberdayakan oleh Blogger.

PESAWAT KERTAS ( satu )

by - Juni 11, 2016


BARA
Kamu tahu kenap aku ingin menjadi pilot?
Karena aku ingin terbang tinggi.
Melihat betapa besarnya alam semesta,
Dan seberapa kecil kita mengisi bumi.
Dalam lautann manusia di bumi itu,
Aku berharap menemukan sosok seperti mu.
Merubah hidup ku.


RANA
Dan kamu tahu kenapa aku ingin menjadi penulis?
Karena aku tidak memiliki kisah hidup yang baik.
Dengan menulis, aku bisa membuat kisah seperti yang
Aku inginkan.

Dalam tulisan ku,
Aku pernah membuat kisah seseorang seperti mu.
Dengan profesi mu.
Kemudian kamu datang dalam hidup ku,

Dan menyempurnakan tulisna ku..

                                                                                 ***
Weekend. Waktu yang sangat tepat untuk dinikmati bersama orang-orang yang kita sayangi seperti misalnya keluarga, teman dekat, sahabat atau mungkin pasangan. Menikmatinya pun bisa dengan banyak cara, salah satu yang biasa dilakukan masyarakat urban yaitu datang ke tempat makan atau tempat nongkrong atau tempat makan yang bisa juga buat sekedar nongkrong. Itu yang sedang popular. Hanya sekedar duduk, minum kopi, ngobrol, menikmati suasana tempat nongkrong, menyaksikan live music, setidaknya bisa men-charge kembali semangat setelah seminggu sebelumnya dihabiskan untuk berkutat dengan kesibukan masing-masing.

Mereka terlihat bahagia, nampaknya. Ramai menceritakan banyak hal yang sudah mereka lalui mungkin sehari ini, atau seminggu yang lalu atau mungkin sebulan yang lalu. Tertawa haha hihi pamer behel gigi, disertai foto selfie. Demi apa berani taruhan hasil foto itu pasti mereka upload di social media apapun bentuk dan macamnya. Pamer pada semua pengikutnya tentang bagaimana cara menikmati masa muda dan menghabiskan waktu bersama. Anak-anak remaja perempuan seusianya.

Di sisi lainnya lagi, gerombolan cowok-cowok yang entah mereka membicarakan apa sama hebohnya dengan kelompok di sebelahnya. Mungkin mereka saling membicarakan satu sama lain, memperhatikan seberapa cantik gerombolan cewek yang duduk di sebelah mereka. Saling mencuri pandang bahkan mungkin setelah itu mereka mencuri masing-masing hati. Mereka Nampak seusia dengan gerombolan cewek-cewek di sebelah, mungkin akan cocok dan semakin ramai jika mereka dijadikan satu.

Di sudut sisi lainya, sepasang cowok dan cewek duduk bersebelahan saling suap-suapan saat makan. Sungguh, mungkin mereka pikir ini rumah mereka sendiri dan kita-kita yang sedang disini Nampak nggak terlihat. Mereka berdua nampak sangat menikmati tanpa merasa terganggu dengan keberadaan yang lain ataupun merasa risih. Model pacaran anak jaman sekarang?

Di satu sisi lainya, mereka Nampak serius berdua. Sepasang laki-laki dan perempuan, mungkin pacaran. Laki-laki rapi berkaca mata dan berdasi, perempuan cantik bertubuh tinggi menggunakan setelan kemeja dan rok mini. Mereka Nampak serasi walaupun tidak saling suap-suapan seperti pasangan di sebelahnya. Gaya ngobrol mereka jugag terlihat dewasa, mereka menikmati suasana di sini namun masih mengontrol diri.

Sisi yang lainnya lagi, sepasang suami istri bersama buah hati yang masih bayi. Keluarga baru, masih seneng-seneng nya dan  masih menikmati hasil cinta mereka. Si bayi juga merasa nyaman dan tidak terganggu dengan keramain di sini, dia Nampak sebahagia orang tuanya. Ikut tertawa ketika ayah ibu nya tertawa dan berbicara ketika ayah ibu nya juga bicara meskipun dengan bahasa yang berbeda.

Sisi sisi yang lainya masih sama, diisi oleh kelompok anak muda juga beberapa pasangan lainya. Kelihatanya mereka memang menikmati hari ini di tempat ini dengan suasana seperti ini.
“ Permisi, ini pesanan nya.” Datang sosok laki-laki muda menggunakan clemek dan nampan berisi satu cangkir coklat panas dan sepiring pancake durian, mengagetkan ku yang tengah mengamati pengunjung sebuah café baru di kawasan Semarang bagian atas .
“ Terimakasih.” Jawab ku tersenyum ramah pada laki-laki di sebelah yang masih menenteng nampanya.
Laki-laki itu membalas dengan senyuman yang sama kemudian menunduk memberi hormat.
            “ Ada yang bisa kami bantu lagi?” tawarnya.
            “ Tidak terimakasih, aku akan memanggil mu kembali jika membutuhkan sesuatu.”
            “ Jangan sungkan. Semoga anda menikmatinya dan selamat hari sabtu sore.” Tutupnya kemudian memberi isyarat untuk segera pergi dengan membungkukan badan kembali. Aku yang mengerti maksutnya hanya membalas dengan senyuman kemudian menganggkan kepala tanda mempersilahkan laki-laki itu pergi.

Setelah kepergian laki-laki itu aku langsung mengambil cangkir berisi coklat panas kesukaanku kemudian menyusrupnya sedikit. Masih sangat panas. Aku meletakan kembali cangkirnya. Memandang berkeliling kembali orang-orang yang datang ke tempat ini. Tempat baru, jadi masih banyak pengunjungnya, terlebih ini sabtu sore seperti yang di katakana waiter tadi. Aku hanya tersenyum memandang satu persatu meja yang terisi penuh. Minimal mereka datang bersama dengan satu teman atau pasangan, jadi tidak sendirian seperti ku. Menyadari itu kemudian aku mengambil smartphone ku yang masih didalam tas. Memeriksa pemberitahuan yang masuk namun juga tidak ada. Aku iseng membuka akun instagram, beberapa foto dari akun yang telah ku ikuti bermunculan di sana. Rata-rata sama, mereka mengunggah foto kebersamaan dengan teman, sahabat, pasangan atau keluarga seperti yang terlihat di hadapan ku saat ini. 

Aku meletakan kembali smarphone nya ke meja dan mengabaikannya di sana. Memilih untuk memperhatikan meja di ujung pintu yang berisi sekelompok anak muda cowok-cewek bercampur jadi satu. Kelihatannya mereka menikmati kebersamaan itu, aku tersenyum dalam hati. Aku tidak benar-benar punya teman sebanyak dan se asik itu. Aku hanya memiliki satu sahabat cewek dari SMP, namanya Dinar. Tapi sekarang pun sudah menikah dan memiliki kehidupan sendiri. Meskipun persahabatan kita tetap terjalin bukan berati kita tetap memiliki kebebasan yang sama seperti dulu ketika Dinar belum menikah kan. Aku jadi sungkan untuk mengajak Dinar keluar sekedar duduk menikmati kopi dan suasana sabtu sore seperti hari ini. Tidak ada masalah dengan suaminya karena aku juga mengenal baik suaminya, hanya saja aku memahami Dinar yang sudah memiliki kewajiban lain sebagai seorang istri pastinya.
           
              Aku juga memiliki sahabat lainnya yang aku temui saat pertama kali masuk kuliah beberapa tahun lalu. Andita. Di awal semester kita selalu berdua, sampai akhirnya Andita memutuskan untuk tidak meneruskan kuliahnya dan memilih focus pada pekerjaannya. Kita kuliah di universitas swasta yang menyediakan kelas sore bagi para pekerja dan aku juga Andita sendiri memangg sudah bekerja. Sejak itu aku tidak benar-benar memiliki teman dekat di kampus. Hanya teman biasa yang sama-sama saling membutuhkan untuk keperluan perkuliahan. Aku juga tidak akrap dan dekat dengan teman seangkatan. Entah apa yang salah dalam diriku, sulit sekali akrap dengan orang. Itu yang menjadikan aku sampai sekarang tidak memiliki banyak teman. Padahal aku tipial orang yang suka berbicara dengan orang lain dan supple.
            
              Aku mengalihkan perhatian pada pasangan yang duduk di sebelah meja ku. Laki-laki rapi berdasi dengan perempuan tinggi pakai rok mini. Mereka pasangan kekasih, gesture mereka kebaca. Aku tersenyum kembali dalam hati. Sudah berapa lama aku tidak memiliki teman dekat laki-laki. Aku sedikit berfikir. Satu tahun? Dua tahun? Tiga tahun? Ah sepertinya yang terakhir benar. Tiga tahun. Tiga tahun aku jalani tanpa memiliki pasangan. Sebenarnya satu tahunan yang lalu aku sempat deket dengan laki-laki di kampus, dia kakak angkatan satu tingkat diatas ku. Kita bertemu dan mulai akrap saat melakukan perjalanan Kuliah Kerja Lapangan di Jakarta dan Bandung. Setelah itu kita semakin dekat dan akrap, intinya aku sudah dibikin banyak menaruh harapan pada laki-laki itu. Namun entah kenapa tiba-tiba laki-laki itu menghilang dan tahu-tahu sudah punya pacar adek angkatanku. Setelah itu aku sama sekali nggak respek sama kaum laki-laki. Oke katakan lah memang aku yang terlalu percaya diri bahwa Fadly, kakak angkatan yang dekat dengann ku itu menaruh hati untuk ku. Tapi melihat apa yang sudah aku dan Fadli lakukan selama bersama masak iya itu hanya kepercayaan diri ku saja.

            Sebelumnya, tiga tahun yang lalu juga aku pernah menjalin hubungan dengan laki-laki, Katon namanya. Pacaran gitu lah, tapi sebentar dan kemudian putus. Itu pacar pertama tapi bukan cinta pertama ku. Aku tidak sebanding dengan Katon, aku terlalu baik. Hanya itu kesimpulan ku setelah menyadari seberapa berengsek dia.
Butuh beberapa tahun bagi ku untuk menyembuhkan sakitnya karena Katon, yang akhirnya dipertemukan dengan Fadly. Namun toh tidak lebih baik dari Katon. Fadly juga memberikan luka yang sama. Entahlah, apakah semua laki-laki seperti itu. Aku mulai putus asa.

            Aku mengambil coklat panas nya dan menyusrupnya kembali. Sudah tidak sepanas tadi, dan memutuskan untuk meneguknya beberapa kali. Hangat melewati tenggorokan seperti memberikan ketenangan. Aku tersenyum dan sekali lagi melihat ramainya pengunjung. Tidak menemukan apapun selain sepi. Sungguh ini berasa sekali. Karena Andita belakangan juga mulai susah dihubungi dan dari yang aku tahu melalui akun social medianya Andita tengah sibuk jalan-jalan bersama pacarnya jadi aku tidak memiliki teman berbagi lagi. Itu alasan kenapa sore ini aku datang ke tempat ini, berusaha mencari pencairan dari rasa sepi. Tidak seperti harapan ku, justru yang aku dapat adalah perasaan yang semakin sepi. Pemandangan di hadapan ku memperjelas betapa aku tidak memiliki siapapun saat ini.

            Aku meletakan cangkir berisi coklat panas yang baru saja ku habiskan ke meja. Aku berganti mengambil macbook yang dari tadi aku letakan di kursi sebelah. Menekan tombol power kemudian menyalakan. Setelah beberapa menit mengoperasikan macbook aku memanggil waiters yang tengah berdiri tidak jauh dari meja.
            “ Mas password wifi nya apa ya?”
            “ Oh ketik saja sabtumalam tanpa spasi kak.” Jawab waiters laki-laki yang tadi mengantarkan pesanan ku. “ bisa?”  tambah laki-laki itu memastikan.
Aku mengangguk. “ iya. Makasih ya. Oh iya aku pesen coklat panas nya lagi satu cangkir ya.”
            “ Baik, ada lagi yang bisa saya bantu kak?”
            “ Tidak.”
            “ Baik, mohon ditunggu pesanannya.” Pamit waiter laki-laki itu kemudian membungkukan badan dan aku jawab anggukan kemudian waiter itupun berlalu.

Aku mulai membuka akun blog di macbook dan menuliskan beberapa kalimat di sana. Beberapa kalimat hingga membentuk satu paragraf. Kemudian paragraph berikutnya dan terus berlanjut. Jemari tangan ku terus menari dengan indah diatas keyboard macbook kesayangan ku. Macbook itu bahkan lebih setia dari kedua sahabat dan kedua laki-laki yang pernah mampir dihati ku untuk selalu menemani dalam sepi seperti ini.

Aku memang suka menulis, kegiatan itu selalu berhasil mengusir rasa sepi ku. Aku seperti merasa menemukan dunia lain yang membuat ku bahagia saat aku mulai menceritakan kehidupan ku dalam bentuk cerpen atau flashfiction atau artikel apapun. Tidak banyak yang memberikan komentar memang dalam setiap postinganya, tapi aku tahu banyak yang membaca tulisan ku dari statistic yang di tunjukan oleh akun blog milik ku. Aku seolah sedang bercerita dengan orang lain mengenai apa yang aku rasakan saat itu meskipun tidak ada balasan apapun dari yang aku ajak cerita.

Bagi ku setiap orang punya cara untuk mengekspresikan perasaan dan menemukan kebahagiannya.  

“ Mereka,..” aku melihat keramaian pengunjung di hadapan ku. “ yang terlihat bahagia belum tentu sebahagia yang ditampakan. Dan aku, yang terlihat kesepian belum tentu se sepi yang aku tampakan. Aku hanya sedang bahagia dengan cara ku sendiri.”
Aku menyelesaikan prolog ku sendiri.

You May Also Like

0 komentar