­
Diberdayakan oleh Blogger.

PESAWAT KERTAS ( Tiga )

by - Juni 18, 2016

TIGA

Aku kembali ke meja ku dengan muka masam, sedikit membanting setumpuk dokumen yang harus aku perbaiki. Dokumen lelang memang sangat melelahkan, lebih melelahkan dari sekedar buku referensi skripsi yang belakangan harus segera aku selesaikan membaca untuk secepatnya juga menyelesaikan proposal skripsi ku ditengah semua kesibukan membabi buta ini. Kerjaan lagi parah-parahnya banyak proyek lelang, kuliah juga lagi banyak-banyaknya tugas prakter ditambah target skripsi semester ini. Aku membuang nafas kasar mengingat ini sudah pukul 15.00 WIB dan sebentar lagi jam pulang. Bahkan di hari Sabtu pun aku nggak bisa sedikit santai dengan jadwal ku. Aku mengerang frustasi. Mengingat aku juga sudah janjian sama Bara seperti kesepakatan kami melalui sambungan telefon semalam. Komunikasi kita terakhir melalui Whats Up tadi pukul 14.00 WIB dan dia sudah dalam perjalanan ke Semarang untuk ketemuan pukul 17.00 WIB. Meskipun masih ada waktu dua jam tapi aku tidak yakin bisa menyelesaikan tugas ini hanya dalam waktu dua jam. Ini tidak sekedar memperbaiki dokumen, tapi juga memperbaiki anggaran belanja untuk 2 proyek yang akan segera dibuatkan penawaran. Aku semakin menggeram mengingat sesusah apa membuat rancangan anggaran belanja proyek. Aku tidak jago dalam perhitungan, itu kenapa aku selalu merasa kesulitan setiap kali harus berurusan dengan angka-angka menyebalkan itu. Padahal sudah hampir lima bulan aku dipindahkan ke divisi lelang di perusahaan ini. Tapi tetap saja aku masih belum bisa mengerjakan pekerjaan ku dengan baik.

Aku bekerja di perusahaan distributor tunggal sebuah perusahaan genset dari Jepang. Awalnya aku hanya sebagai staff biasa yang mengurus keperluan administrasi. Lima bulan terakhir aku dipindahkan ke divisi lelang, divisi yang paling dihindari karena kerumitan pekerjaanya tapi dipandang posisi yang precious setelah manager.  Meskipun tawaran gaji yang diberikan sangat tinggi tapi tuntutan dan tekanannya juga sangat tinggi. Seperti marketing, divisi kami juga punya target nominal yang harus dipenuni tiap bulannya. Minimal 70% dari proyek yang sedang kita ikuti harus goal, nominalnya mencapai 10-25 M. Biasanya dalam satu bulan kita mengurus 3 sampai 4 lelang. Untuk mengikuti satu lelang saja dokumen yang kita siapkan sangatlah banyak. Dari dokumen administrasi perusahaan, surat-surat legalitas perusahaan, keuangan perusahaan, pajak-pajak, surat-surat dukungan dari supplier-suplier resmi, asuransi-asuransi penawaran dan pelaksanaan, surat-surat peryataan, budgeting dll. Pusing. Aku hampir saja menyerah di divisi ini jika tidak mengingat kebutuhan ku yang sangat menuntut untuk dipenuhi karena sakeli lagi aku terbiasa mandiri.
            “ Kenapa? “ Tanya mba Lintang mendekatkan kursinya menuju tempat aku berdiri terpaku di samping meja ku. Mba Lintang ini senior ku di divisi lelang. Dia sudah menikah dan memliki satu anak laki-laki berumur empat tahun, aku mengetahuinya saat ada acara makan malam teman-teman kantor untuk perayaan kemenangan tender terbesar awal tahun lalu dan dia mengajak serta anak dan suaminya. FYI, proyek besar itu milik mba Lintang. Dia hebat dalam melobby. Dia sudah lima tahun bekerja untuk perusahaan ini dan tiga tahun terakhirnya dia ada di divisi ini. Ada empat orang yang mengisi divisi ini dan saling berpasangan. Mba lintang berpasangan dengan Mas Ari. Mas Ari juga sudah lama bekerja di perusahaan ini, selisih satu tahun lebih dulu dari mba Lintang. Keduanya sudah sangat hebat urusan lelang. Jadi banyak proyek besar yang dikerjain. Sementara aku berpasangan dengan mas Arta. Mas Arta baru dua tahun bekerja disini, tapi ditempat kerja sebelumnya dia bisa dikatakan masternya lelang. Jadi hanya aku disini yang masih anak ingusan. Aku juga nggak tahu kenapa harus aku yang dipromosikan menggantikan mba Dina yang harus resigne karena pindah tempat tinggal mengikuti suaminya lima bulan yang lalu.
            “ Revisi mba dokumennya.” Jawab ku tanpa minat sambil duduk kembali ke kursi ku.
            “ Apanya yang direvisi?”
satu hal yang perlu aku syukuri pindah di divisi ini adalah kebaikan partner kerja ku yang luar biasa. Baik mba Lintang, mas Ari dan mas Arta semuanya sangat menbantu ku. Walaupun mereka senior tapi mereka tidak memperlakukan ku layaknya junior yang pantas diperlakukan semena-mena seperti apa yang aku terima di divisi purchasing. Mereka semua baik dan dengan telaten ngajarin aku.
 Aku baru akan satu tahun bekerja di perusahaan ini bulan depan, sebelum di divisi ini aku sempat di purchasing.
            “ Panitia lelang nya tiba-tiba mengganti spek genset nya mba.”
Mba Lintang mengerutkan alisnya sebelum menjawab ku. “ Kok bisa?”
Aku hanya mengangkat bahu ku dan enggan menjawab nya. Aku benar-benar dalam mood yang tidak baik. Mengganti spesifikasi genset nya berati mengganti surat dukungan dari supplier resminya, mengganti brosur seperti spek yang diminta panitia, menggati surat penawaran, mengganti surat penawaran berarti juga harus mengganti asuransi jaminan penawarannya dan entah mengganti apalagi. Surat dukungan itu semacam surat pernyataan dari perusahaan pabrikan  yang membuat genset tersebut bahwa bisa dan mampu mensupplay genset seperti yang sudah di spek sama panitia. Biasanya perusahaan semacam itu sudah penunjukan dari panitia lelang nya. Jadi peserta lelang harus banget minta surat dukungan ke perusahaan tertunjuk, dan hal-hal smacam itu biasanay sudah diatur. Jadi dalam dunia lelang KKN itu sudah sangat biasa. Catat! Brosur, surat pernyataan keaslian produk, jaminan-jaminan termasuk jaminan penawaran atau Surety Bond itu sebagian kecil dari syarat lelang yang harus dirubah jika spek genset dirubah dengan semena-mena sama panitia.
Aku lelah memikirkannya, seharian otak ku diperas dengan dua dokumen lelang baru untuk bulan depan yang harus dipersiapkan .
            “ Lelang mana?” Tanya mba Lintang lagi.
            “ Lelang Bank mandiri pusat mba.”
            “ Waah, lelang pengadaan 400 unit itu?” mba Lintang nampak terkejut. Aku hanya mengagguk lemah menjawabnya.
            “ Aku kira Arta nggak akan ambil proyek itu.” Lanjut mba Lintang lebih kepada dirinya sendiri. “ Berapa HPS nya?” tanyanya lagi. HPS itu Harga Perkiraan Sendiri, semacam maksimal budgeting yang dimiliki panitia lelang dan penawaran yang masuk nggak boleh melebihi itu.
            “ 172 milyar mba.”
            “ Penawaran kita diangka berapa?”
            “ 168 M.” Bayangin 168 M, ngutak-atik harganya udah bikin kepala mau pecah. Ini harus revisi spek pasti harga nya beda dan harus ngutak-atik harga lagi.

Mba Lintang Nampak berfikir sebentar kemudian mengambil kalkulator yang ada di mejanya dan menghitung sesuatu disana. Dia kembali lagi saat aku sudah mau membuka lembaran dokumen penyebab sakit kepala ku hari ini dan akan mempelajari lagi mana yang harus aku ganti.
            “ Wah Ra, ini harganya cantik banget Ra. Pak Sandy nggak pernah ngasih harga semepet ini. Pak Sandy kenal salah satu panitianya?”
aku mengangkat bahu kembali mewakili jawaban ketidak tahuan ku. Pak Sandy itu atasan kami, direktur perusahaan ini yang ditunjuk lansung dari owner nya di Jepang sana.
            “ Kalau pak Sandy berani diharga segini, biasanya udah ada orang dalam yang ngebantu sih. Proyek gede pertama ya Ra?”
aku mengangguk sambil memisah dokumen yang masih bisa dipakai dan dokumen yang harus aku revisi. Iya, ini jumlah nominal lelang fantastic yang pernah aku kerjakan selama di divisi ini. Biasanya nggak pernah lebih dari angka 10 M. kali ini ratusan!! Makannya pak Sandy harus banget kita bisa goel dan itu tekanan banget buat aku sama mas Arta.
            “ Tapi kalau tiba-tiba ada perubahan spek gini aneh juga sih. Selama aku ikut lelang sana sini kejadian ganti spek gini hanya dua kali itu pun pada akhirnya dibatalkan karena panitia kena selidik KPK. Mereka merubah speknya karena ada tawaran dari pihak lain yang lebih murah. Padahal sebelum lelang diumumkan kan mereka udah penunjukan dulu brand mana yang akan dipakai dan sudah ada kesepakatan sendiri dengan perusahaan pembuat brand tersebut.”
            “ Kata mas Arta juga gitu mba, dia juga kesel kenapa ganti-ganti seenak nya. Padahal seperti yang mba Lintang bilang kalau harga kita udah bagus banget.”
Aku meraih laptop dan mulai mencari file dokumen yang harus aku perbaiki.
            “ Ini Arta kemana?” Mba Lintang kembali duduk di kursinya dan mendekat lagi ke arah ku.
            “ Mas Arta lagi ke gudang sebentar, ngecek stok. Kita ada tawaran rekanan dengan LPSE Undip mba. Mereka mau pengadaan pake brand kita.” Lokasi gudang dengan office kita terpisah, gudang kita ada di pergudangan kawasan industry candi sedangkan office kita ada daerah pandanaran.
Oh iya, mengenai LPSE atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah. Intinya LPSE itu lelang secara online. Proses lelang secara manual biasanya ngabisin biaya yang sangat mahal. Misalnya untuk biaya iklan lelang, biaya pembuatan dokumen, waktu dan berbagai hal lainnya yang membuat proses lelang menjadi mahal dan tidak efisien.
Karena itu maka dibuatkan sebuah sistem yang mengandalkan Teknologi Informasi untuk membantu proses lelang Pengadaan Barang/Jasa. Tujuannya untuk meningkatkan dan menjadikanya efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Makanya mereka-merak yang berkecimpung di dunia lelang dan pengadaan barang biasanya dekat KKN seperti yang sudah aku jelaskan.
            “ Rana.”
panggil pak Sandy menginterupsi interaksi ku dengan mba Lintang.
            “ Iya pak.” Aku segera bangkit dari kursi ku dan segera berjalan menuju ruangannya yang tidak jauh dari ruang lelang. Yang menambah tekanan di divisi ini selain pekerjaan juga karena ruangan kami yang satu lantai dan  berhadapan dengan pak Sandy, dan hanya dibatasi kaca yang bisa kapan saja bisa mengawasi gerak-gerik kami. Aku sudah ada dihadapan pak Sandy saat ini yang masih sibuk mengoperasikan tab nya. Aku hanya berdiri sambil menunggu beliau selesai dengan kesibukannya kemudian mengutaraka maksutnya memanggil ku tadi.
            “ Duduk.” Perintahnya halus. Aku langsung menurut dan duduk dikursi yang ada di depan mejanya, berhadapan. Sepuluh menit berlalu ketika pak Sandy selesai dengan urusan nya di tab.
            “ Dokumen untuk bank Mandiri kamu biarkan saja dulu. Jangan direvisi, aku sedang mengusahakan untuk mendekati panitia lelang nya. Proyek ini bisa kita atur, kalau sudah dapat lampu hijau baru kita meeting lagi. Saya tidak mau proyek ini lepas, kita harus menang. Ini proyek besar. Untuk proyek pengadaan di PT INKA kamu atur lah.” Terangnya. Sedikit tenang karena nada bicaranya tidak setinggi tadi saat mengetahui perubahan spek dari panitia lelang Bank Mandiri. Oh iya, PT INKA itu singkatan dari Industri Kreta Api, milik BUMN juga.
            “ Ini.” Pak Sandy mengeluarkan sebuah kartu nama dari lacinya kemudian memberikanya pada ku.
“Dia salah satu panitia pengadaan dari PT INKA. Tadi aku sudah menghubunginya, kamu temui malam ini untuk makan malam. Aku sudah booking tempat. Kamu datang sama Arta.”
Aku menelan ludah ku, sepertinya bakal berantakan acara ku dengan Bara sore ini.
            “ Iya pak. Jam berapa saya harus menemui beliau?” saya mengambil kartu nama yang sempat terabaikan diatas meja. Meneliti sedikit dan membaca nama yang tercetak disana.
            “ Jam sembilan malam.”
            “ Iya pak.”
            “ Yaudah, kamu segera minta revisi surat dukungan dan lampirannya untuk mengurus lelang bank Mandiri.”
            “ Tapi ini sabtu pak, HO yang di Jakarta libur. ”
            “ Oh, yasudah kamu perbaiki yang bisa dikerjakan sekarang dulu. Senin segera kamu lengkapi. Selasa siang kita berangkat ke Jakarta.” Rabu pagi aku, mas Arta dan pak sandy harus sudah di Jakarta mengikuti rapat terakhir lelang Bank Mandiri dan penyerahan dokumen penawarannya.
            “ Baik pak.” Jawab ku sambil berdiri dan segera meninggalkan ruanganya. Sekembalinya aku dari ruangannya pak Sandy, sudah ada mas Arta dan mas Ari yang bergabung dengan mba Lintang di meja rapat yang sering kita gunakan untuk rapat internal divisi kami. Ada satu meja bundar  berukuran sedang dan enam kursi mengitarinya.
            “ Pak Sandy marah lagii Ra?” Tanya Mas Arta sedikit berseru.
Aku menggeleng lemah kemudian duduk di kursi ku lagi. Mas Arta berjalan mendekat ke arah ku.
            “ Kenapa?”
            “ Cuman ngasih tahu kalau malam ini kita ada pertemuan dengan perwakilan dari PT.INKA”
            “ Oh, iya. Nanti malam jam Sembilan. Aku jemput. Nggak pacaran kan Ra?”
aku cemberut sebelum sempat menjawabnya. “ Emang belum punya pacar, tapi kalau tiap malam minggu tetep ngurusin kerjaan terus kapan aku ngurus mau nyari pacar nya mas.” Keluhku.
Mas Arta tertawa kecil mendengarnya. “ Lama-lama juga nanti kamu kayak kita-kita. Lupa pacaran karena mikir kerjaan.”












You May Also Like

0 komentar