PESAWAT KERTAS ( Tiga )
Aku kembali ke meja ku dengan muka masam,
sedikit membanting setumpuk dokumen yang harus aku perbaiki. Dokumen lelang
memang sangat melelahkan, lebih melelahkan dari sekedar buku referensi skripsi
yang belakangan harus segera aku selesaikan membaca untuk secepatnya juga
menyelesaikan proposal skripsi ku ditengah semua kesibukan membabi buta ini.
Kerjaan lagi parah-parahnya banyak proyek lelang, kuliah juga lagi
banyak-banyaknya tugas prakter ditambah target skripsi semester ini. Aku
membuang nafas kasar mengingat ini sudah pukul 15.00 WIB dan sebentar lagi jam
pulang. Bahkan di hari Sabtu pun aku nggak bisa sedikit santai dengan jadwal
ku. Aku mengerang frustasi. Mengingat aku juga sudah janjian sama Bara seperti
kesepakatan kami melalui sambungan telefon semalam. Komunikasi kita terakhir
melalui Whats Up tadi pukul 14.00 WIB dan dia sudah dalam perjalanan ke
Semarang untuk ketemuan pukul 17.00 WIB. Meskipun masih ada waktu dua jam tapi
aku tidak yakin bisa menyelesaikan tugas ini hanya dalam waktu dua jam. Ini
tidak sekedar memperbaiki dokumen, tapi juga memperbaiki anggaran belanja untuk
2 proyek yang akan segera dibuatkan penawaran. Aku semakin menggeram mengingat
sesusah apa membuat rancangan anggaran belanja proyek. Aku tidak jago dalam
perhitungan, itu kenapa aku selalu merasa kesulitan setiap kali harus berurusan
dengan angka-angka menyebalkan itu. Padahal sudah hampir lima bulan aku
dipindahkan ke divisi lelang di perusahaan ini. Tapi tetap saja aku masih belum
bisa mengerjakan pekerjaan ku dengan baik.
Aku bekerja di perusahaan distributor tunggal sebuah perusahaan genset dari Jepang. Awalnya aku hanya sebagai staff biasa yang mengurus keperluan administrasi. Lima bulan terakhir aku dipindahkan ke divisi lelang, divisi yang paling dihindari karena kerumitan pekerjaanya tapi dipandang posisi yang precious setelah manager. Meskipun tawaran gaji yang diberikan sangat tinggi tapi tuntutan dan tekanannya juga sangat tinggi. Seperti marketing, divisi kami juga punya target nominal yang harus dipenuni tiap bulannya. Minimal 70% dari proyek yang sedang kita ikuti harus goal, nominalnya mencapai 10-25 M. Biasanya dalam satu bulan kita mengurus 3 sampai 4 lelang. Untuk mengikuti satu lelang saja dokumen yang kita siapkan sangatlah banyak. Dari dokumen administrasi perusahaan, surat-surat legalitas perusahaan, keuangan perusahaan, pajak-pajak, surat-surat dukungan dari supplier-suplier resmi, asuransi-asuransi penawaran dan pelaksanaan, surat-surat peryataan, budgeting dll. Pusing. Aku hampir saja menyerah di divisi ini jika tidak mengingat kebutuhan ku yang sangat menuntut untuk dipenuhi karena sakeli lagi aku terbiasa mandiri.
“ Kenapa? “
Tanya mba Lintang mendekatkan kursinya menuju tempat aku berdiri terpaku di
samping meja ku. Mba Lintang ini senior ku di divisi lelang. Dia sudah menikah
dan memliki satu anak laki-laki berumur empat tahun, aku mengetahuinya saat ada
acara makan malam teman-teman kantor untuk perayaan kemenangan tender terbesar
awal tahun lalu dan dia mengajak serta anak dan suaminya. FYI, proyek besar
itu milik mba Lintang. Dia hebat dalam melobby. Dia sudah lima tahun bekerja
untuk perusahaan ini dan tiga tahun terakhirnya dia ada di divisi ini. Ada
empat orang yang mengisi divisi ini dan saling berpasangan. Mba lintang
berpasangan dengan Mas Ari. Mas Ari juga sudah lama bekerja di perusahaan ini,
selisih satu tahun lebih dulu dari mba Lintang. Keduanya sudah sangat hebat
urusan lelang. Jadi banyak proyek besar yang dikerjain. Sementara aku
berpasangan dengan mas Arta. Mas Arta baru dua tahun bekerja disini, tapi
ditempat kerja sebelumnya dia bisa dikatakan masternya lelang. Jadi hanya aku
disini yang masih anak ingusan. Aku juga nggak tahu kenapa harus aku yang
dipromosikan menggantikan mba Dina yang harus resigne karena pindah tempat
tinggal mengikuti suaminya lima bulan yang lalu.
“ Revisi mba
dokumennya.” Jawab ku tanpa minat sambil duduk kembali ke kursi ku.
“ Apanya
yang direvisi?”
satu hal yang perlu aku syukuri pindah di divisi ini adalah
kebaikan partner kerja ku yang luar biasa. Baik mba Lintang, mas Ari dan mas
Arta semuanya sangat menbantu ku. Walaupun mereka senior tapi mereka tidak
memperlakukan ku layaknya junior yang pantas diperlakukan semena-mena seperti
apa yang aku terima di divisi purchasing. Mereka semua baik dan dengan telaten
ngajarin aku.
Aku baru akan satu
tahun bekerja di perusahaan ini bulan depan, sebelum di divisi ini aku sempat
di purchasing.
“ Panitia
lelang nya tiba-tiba mengganti spek genset nya mba.”
Mba Lintang mengerutkan alisnya sebelum menjawab ku. “ Kok
bisa?”
Aku hanya mengangkat bahu ku dan enggan menjawab nya. Aku
benar-benar dalam mood yang tidak baik. Mengganti spesifikasi genset nya berati
mengganti surat dukungan dari supplier resminya, mengganti brosur seperti spek
yang diminta panitia, menggati surat penawaran, mengganti surat penawaran
berarti juga harus mengganti asuransi jaminan penawarannya dan entah mengganti
apalagi. Surat dukungan itu semacam surat pernyataan dari perusahaan
pabrikan yang membuat genset tersebut
bahwa bisa dan mampu mensupplay genset seperti yang sudah di spek sama panitia.
Biasanya perusahaan semacam itu sudah penunjukan dari panitia lelang nya. Jadi
peserta lelang harus banget minta surat dukungan ke perusahaan tertunjuk, dan
hal-hal smacam itu biasanay sudah diatur. Jadi dalam dunia lelang KKN itu sudah
sangat biasa. Catat! Brosur, surat pernyataan keaslian produk, jaminan-jaminan
termasuk jaminan penawaran atau Surety Bond itu sebagian kecil dari syarat
lelang yang harus dirubah jika spek genset dirubah dengan semena-mena sama
panitia.
Aku lelah memikirkannya, seharian otak ku diperas dengan dua
dokumen lelang baru untuk bulan depan yang harus dipersiapkan .
“ Lelang
mana?” Tanya mba Lintang lagi.
“ Lelang
Bank mandiri pusat mba.”
“ Waah,
lelang pengadaan 400 unit itu?” mba Lintang nampak terkejut. Aku hanya
mengagguk lemah menjawabnya.
“ Aku kira
Arta nggak akan ambil proyek itu.” Lanjut mba Lintang lebih kepada dirinya
sendiri. “ Berapa HPS nya?” tanyanya lagi. HPS itu Harga Perkiraan Sendiri,
semacam maksimal budgeting yang dimiliki panitia lelang dan penawaran yang
masuk nggak boleh melebihi itu.
“ 172 milyar
mba.”
“ Penawaran
kita diangka berapa?”
“ 168 M.”
Bayangin 168 M, ngutak-atik harganya udah bikin kepala mau pecah. Ini harus
revisi spek pasti harga nya beda dan harus ngutak-atik harga lagi.
Mba Lintang Nampak berfikir sebentar kemudian mengambil kalkulator yang ada di mejanya dan menghitung sesuatu disana. Dia kembali lagi saat aku sudah mau membuka lembaran dokumen penyebab sakit kepala ku hari ini dan akan mempelajari lagi mana yang harus aku ganti.
“ Wah Ra,
ini harganya cantik banget Ra. Pak Sandy nggak pernah ngasih harga semepet ini.
Pak Sandy kenal salah satu panitianya?”
aku mengangkat bahu kembali mewakili jawaban ketidak tahuan
ku. Pak Sandy itu atasan kami, direktur perusahaan ini yang ditunjuk lansung
dari owner nya di Jepang sana.
“ Kalau pak
Sandy berani diharga segini, biasanya udah ada orang dalam yang ngebantu sih.
Proyek gede pertama ya Ra?”
aku mengangguk sambil memisah dokumen yang masih bisa dipakai
dan dokumen yang harus aku revisi. Iya, ini jumlah nominal lelang fantastic
yang pernah aku kerjakan selama di divisi ini. Biasanya nggak pernah lebih dari
angka 10 M. kali ini ratusan!! Makannya pak Sandy harus banget kita bisa goel
dan itu tekanan banget buat aku sama mas Arta.
“ Tapi kalau
tiba-tiba ada perubahan spek gini aneh juga sih. Selama aku ikut lelang sana
sini kejadian ganti spek gini hanya dua kali itu pun pada akhirnya dibatalkan
karena panitia kena selidik KPK. Mereka merubah speknya karena ada tawaran dari
pihak lain yang lebih murah. Padahal sebelum lelang diumumkan kan mereka udah
penunjukan dulu brand mana yang akan dipakai dan sudah ada kesepakatan sendiri
dengan perusahaan pembuat brand tersebut.”
“ Kata mas
Arta juga gitu mba, dia juga kesel kenapa ganti-ganti seenak nya. Padahal
seperti yang mba Lintang bilang kalau harga kita udah bagus banget.”
Aku meraih laptop dan mulai mencari file dokumen yang harus
aku perbaiki.
“ Ini Arta
kemana?” Mba Lintang kembali duduk di kursinya dan mendekat lagi ke arah ku.
“ Mas
Arta lagi ke gudang sebentar, ngecek stok. Kita ada tawaran rekanan dengan LPSE
Undip mba. Mereka mau pengadaan pake brand kita.” Lokasi gudang dengan office
kita terpisah, gudang kita ada di pergudangan kawasan industry candi sedangkan
office kita ada daerah pandanaran.
Oh iya, mengenai LPSE atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik
adalah penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah. Intinya
LPSE itu lelang secara online. Proses lelang secara manual biasanya
ngabisin biaya yang sangat mahal. Misalnya untuk biaya iklan lelang, biaya pembuatan
dokumen, waktu dan berbagai hal lainnya yang membuat proses lelang menjadi
mahal dan tidak efisien.
Karena itu maka dibuatkan sebuah sistem yang mengandalkan
Teknologi Informasi untuk membantu proses lelang Pengadaan Barang/Jasa.
Tujuannya untuk meningkatkan dan menjadikanya efisiensi, efektifitas,
transparansi dan akuntabilitas dalam pembelanjaan uang negara. Makanya
mereka-merak yang berkecimpung di dunia lelang dan pengadaan barang biasanya
dekat KKN seperti yang sudah aku jelaskan.
“ Rana.”
panggil pak Sandy menginterupsi interaksi ku dengan mba
Lintang.
“ Iya pak.”
Aku segera bangkit dari kursi ku dan segera berjalan menuju ruangannya yang
tidak jauh dari ruang lelang. Yang menambah tekanan di divisi ini selain
pekerjaan juga karena ruangan kami yang satu lantai dan berhadapan dengan pak Sandy, dan hanya
dibatasi kaca yang bisa kapan saja bisa mengawasi gerak-gerik kami. Aku sudah
ada dihadapan pak Sandy saat ini yang masih sibuk mengoperasikan tab nya. Aku
hanya berdiri sambil menunggu beliau selesai dengan kesibukannya kemudian mengutaraka
maksutnya memanggil ku tadi.
“ Duduk.”
Perintahnya halus. Aku langsung menurut dan duduk dikursi yang ada di depan
mejanya, berhadapan. Sepuluh menit berlalu ketika pak Sandy selesai dengan
urusan nya di tab.
“ Dokumen
untuk bank Mandiri kamu biarkan saja dulu. Jangan direvisi, aku sedang
mengusahakan untuk mendekati panitia lelang nya. Proyek ini bisa kita atur,
kalau sudah dapat lampu hijau baru kita meeting lagi. Saya tidak mau proyek ini
lepas, kita harus menang. Ini proyek besar. Untuk proyek pengadaan di PT INKA
kamu atur lah.” Terangnya. Sedikit tenang karena nada bicaranya tidak setinggi
tadi saat mengetahui perubahan spek dari panitia lelang Bank Mandiri. Oh iya,
PT INKA itu singkatan dari Industri Kreta Api, milik BUMN juga.
“ Ini.” Pak
Sandy mengeluarkan sebuah kartu nama dari lacinya kemudian memberikanya pada
ku.
“Dia salah satu panitia pengadaan dari PT
INKA. Tadi aku sudah menghubunginya, kamu temui malam ini untuk makan malam. Aku
sudah booking tempat. Kamu datang sama Arta.”
Aku menelan ludah ku, sepertinya bakal berantakan acara ku
dengan Bara sore ini.
“ Iya pak.
Jam berapa saya harus menemui beliau?” saya mengambil kartu nama yang sempat
terabaikan diatas meja. Meneliti sedikit dan membaca nama yang tercetak disana.
“ Jam
sembilan malam.”
“ Iya pak.”
“ Yaudah,
kamu segera minta revisi surat dukungan dan lampirannya untuk mengurus lelang bank
Mandiri.”
“ Tapi ini
sabtu pak, HO yang di Jakarta libur. ”
“ Oh,
yasudah kamu perbaiki yang bisa dikerjakan sekarang dulu. Senin segera kamu
lengkapi. Selasa siang kita berangkat ke Jakarta.” Rabu pagi aku, mas Arta dan
pak sandy harus sudah di Jakarta mengikuti rapat terakhir lelang Bank Mandiri
dan penyerahan dokumen penawarannya.
“ Baik pak.”
Jawab ku sambil berdiri dan segera meninggalkan ruanganya. Sekembalinya aku
dari ruangannya pak Sandy, sudah ada mas Arta dan mas Ari yang bergabung dengan
mba Lintang di meja rapat yang sering kita gunakan untuk rapat internal divisi
kami. Ada satu meja bundar berukuran
sedang dan enam kursi mengitarinya.
“ Pak Sandy
marah lagii Ra?” Tanya Mas Arta sedikit berseru.
Aku menggeleng lemah kemudian duduk di kursi ku lagi. Mas
Arta berjalan mendekat ke arah ku.
“ Kenapa?”
“ Cuman
ngasih tahu kalau malam ini kita ada pertemuan dengan perwakilan dari PT.INKA”
“ Oh, iya.
Nanti malam jam Sembilan. Aku jemput. Nggak pacaran kan Ra?”
aku cemberut sebelum sempat menjawabnya. “ Emang belum punya
pacar, tapi kalau tiap malam minggu tetep ngurusin kerjaan terus kapan aku
ngurus mau nyari pacar nya mas.” Keluhku.
Mas Arta tertawa kecil mendengarnya. “ Lama-lama juga nanti
kamu kayak kita-kita. Lupa pacaran karena mikir kerjaan.”
0 komentar